Guyss…di
tengah hiruk pikuknya pesta demokrasi, mungkin diantara sahabat sekalian masih
ada yang belum paham apa sih politik itu? Karena itu saya ingin mencoba berbagi
pemahaman kepada pembaca semua. Lumayan sekalian kembali mengasah kemampuan
analisis politik saya sewaktu di bangku kuliah. Hehe… Pada dasarnya, politik itu
selalu diidentikkan dengan kekuasaan karena hakekat dari politik sendiri memang
berurusan dengan masalah kekuasaan. Mulai dari kajian apa itu kekuasaan,
bagaimana cara memperolehnya, dan bagaimana cara mempertahankan serta
melestarikan kekuasan tersebut merupakan fokus kajian mutlak dalam dunia
politik.
Politik
sebenarnya dapat berhubungan dengan hal-hal lain selain dimensi kekuasaan
seperti ekonomi, hukum, keamanan, pertahanan budaya, dan lain-lain. Hal yang
akan diungkapkan disini adalah bagaimana politik itu berhubungan dengan aspek
kebudayaan yang merupakan unsur diluar fokus kajian utama dunia politik.
Bahkan, tidak jarang faktor kebudayaan menjadi hal yang menentukan untuk sebuah
keputusan politik.
Ada kondisi-kondisi
tertentu yang menampilkan fenomena sikap dan perilaku politik ternyata
bersumber dari latar belakang sejarah, dan akar budaya tertentu. Terkadang ada
juga kondisi yang memperlihatkan sikap ataupun perilaku kultural sebagai hasil
dari perkembangan politik atau bahkan akibat dari manipulasi politik tertentu[1].
Kondisi tersebut memunculkan suatu kajian tersendiri mengenai korelasi politik
dengan budaya. Politik dan kebudayaan menjadi semacam dua sisi dari satu keping
koin yang tidak dapat dipisahkan karena kedua aspek tersebut selalu berkaitan
dan nampaknya terjadi proses mutualisme dimana timbul fenomena yang saling
menguntungkan antara kedua belah pihak bila terjadi proses interaksi. Dan tak
jarang pula aspek-aspek atau perilaku-perilaku dalam kebudayaan menjadi
kontradiksi dengan perkembangan perilaku politik sehingga menimbulkan
ketidakbermanfaatan atau malah saling memberikan efek negatif antara keduanya.
Yang
menjadi titik perhatian dari proses interaksi antara kedua aspek tersebut
adalah dampaknya terhadap perkembangan sosial-kemasyarakatan. Hubungan baik
antara politik dan kebudayaan tidak akan berarti jika tidak memberikan pengaruh
terhadap kondisi sosial yang terjadi dalam masyarakat. Tapi, jika melihat data-data empirik yang
pernah terjadi dalam masyarakat lokal Indonesia atau masyarakat global
dunia hampir bisa dipastikan bahwa dunia politik selalu bersinggungan dengan
masalah kebudayaan dalam waktu-waktu tertentu. Oleh karena itu, pencarian
pengaruh antara dimensi kebudayaan dengan dimensi politik sangat penting untuk
ditelusuri hingga akar-akarnya.
Dua
sisi dari satu keping mata uang yaitu kebudayaan dan politik terkadang sulit
untuk dimengerti korelasinya. Untuk mempermudah melakukan penelusuran terlebih
dahulu harus diuraikan kedua kata tersebut karena kebudayaan mempunyai makna dan
maksud tertentu, demikian halnya dengan politik mempunyai pengertian dan
karakter tersendiri yang nampaknya tidak bersinggungan secara langsung tanpa
kondisi dan syarat-syarat tertentu. Dari segi keilmuan, ilmu budaya dan ilmu
politik termasuk kedalam satu rumpun ilmu pengetahuan yaitu ilmu sosial. Karena
keduanya merupakan cabang dari ilmu sosial maka kajian utama dari keduanya
merupakan masyarakat dan kehidupan sosial.
Namun,
ada perbedaan penting antara kedua ilmu tersebut dalam memandang masyarakat sebagai
kajian utamanya, dimensi yang mereka gunakan jelas berbeda. Kebudayaan dapat
dipahami sebagai suatu bentuk
perilaku yang bukan dibuat oleh manusia
dan sudah hadir begitu saja sebagai rujukan dan pegangan yang harus diikuti
oleh pendukung suatu kebudayaan. Perkembangan orang-orang yang menjadi
partisipan kebudayaan tersebut, tergantung dari situasi kebudayaan tempat
mereka diperanggotakan. Dengan perkataan lain bahwa manusia dianggap dibentuk
oleh kebudayaannya sendiri. Sedangkan ilmu politik yang sampai sekarang belum
ada batasan yang dapat diterima secara umum sejak zaman Yunani kuno sekitar 500
sampai 300 tahun sebelum masehi, yang kemudian para cendekiawan ilmuwan politik
ketika itu telah merumuskannya dalam batasan-batasan sendiri yang lebih spesifik
sehingga melahirkan beberapa keanekaragaman makna yang dapat dipahami.
Diantaranya ilmu politik adalah sekelompok pengetahuan teratur yang membahas
gejala-gejala dalam kehidupan masyarakat dengan pemusatan perhatian pada
perjuangan manusia mencari atau mempertahankan kekuasaan guna mencapai apa yang
diinginkan.[2]
Jika secara
konseptualisasi dilakukan penggabungan kata antara kebudayaan dan politik maka
dapat dipahami bahwa kebudayaan politik sendiri sebagaimana yang dijelaskan
Almond dan Powell[3]
memiliki pengertian bahwa kebudayaan politik pada hakekatnya dipahami sebagai
suatu konsep yang terdiri dari sikap, keyakinan, nilai-nilai dan ketrampilan
yang sedang berlaku bagi seluruh anggota masyarakat, termasuk pola
kecenderungan-kecenderungan khusus serta pola-pola kebiasaan yang terdapat pada
kelompok-kelompok pada masyarakat.
Untuk
melihat secara jelas fenomena hubungan antara kebudayaan dengan politik dan
kontekstualisasinya bisa diteropong dimasa-masa awal berdirinya pemerintahan
Orde Baru. Banyak contoh yang memberikan gambaran betapa dunia politik ternyata
tidak semata-mata berada pada ruang kosong dalam masyarakat dan juga tidak
berdiri sendiri dalam tatanan kehidupan sosial. Pada tahun 1960-an sebuah
kesenian Srandul yang sangat popular dipentaskan didaerah Kota Gede, Yogyakarta
menjadi korban “kekerasan politik”, setelah sekian lama eksis harus rela untuk
dibekukan dan dilarang tampil oleh pemerintahan Orde Baru hanya gara-gara
pengelola seni ini berada disebuah kampung yang menjadi basis masa kaum “kiri”[4].
Dengan
demikian, berawal dari urusan politik merambat keurusan kebudayaan dan kesenian
sehingga kontestasi politik dapat dengan serius mengancam eksistensi
kebudayaan. Bahkan dengan persaingan politik tersebut tidak hanya mengganggu
eksistensi kebudayaan tapi juga sebaliknya dapat menjadi penyokong kegiatan
politik bahkan pemerintahan secara langsung. Semasa Orde Baru yang mempunyai
ideology pembangunan nyaris semua sendi-sendi dalam masyarakat diagendakan
untuk mendukung keberhasilan program pemerintahan yaitu pembangunan.
Dengan
demikian berangkat dari semua penjelasan diatas tadi bagaimana hubungan antara
kebudayaan dan politik mulai dari konseptualisasi, kemudian menuju pada
kontekstualisasinya di Indonesia.
Hal yang kemudian ingin kembali ditegaskan disini untuk mengambil pelajaran
sebagaimana penjelasan-penjelasan di atas tadi, bahwasanya kebudayaan juga
tidak hanya menjadi alat bagi kompetisi politik, kebudayaan juga bisa menjadi
alat untuk mengungkapkan aspirasi dan pemikiran masyarakat terhadap pemerintah
sehingga tidak tertutup kemungkinan keanekaragaman budaya dapat dimanfaatkan
sebagai ajang untuk memberikan tekanan terhadap penguasa yang sewenang-wenang.
Hal itu tergantung bisa atau tidaknya kelompok masyarakat seni dan budaya tertentu
memanfaatkan peluang tersebut, juga dapat dipengaruhi oleh kondisi politik
negara yang bersangkutan.
[1] Manuel Kaisiepo, Legitimasi Kebudayaan Menjadi Alat Legitimasi Politik, dalam Dinamika Budaya dan Politik dalam Pembangunan, Tiara
Wacana, Yogya, 1991. Hal.103.
[2] The Liang Gie, Ilmu politik Suatu Pembahasan Tentang Pengetian,Kedudukan,Lingkupan dan
Metodologi, Karya, Yogyakarta, 1972, hal.30.
[3] Lihat Albert Widjaja, Budaya Politik dan Pembangunan Ekonomi,
LP3ES, Jakarta,
1982, hal.8.
[4] Mustofa W. Hasyim, Jejak Luka Politik dan Budaya, LPSAS, Yogyakarta,
1999, hal.196.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar