Kamis, 23 April 2015

Makna Blog Buat Saya

Saat peringatan hari bumi kemarin dan tepat adik laki-laki saya Wisnu Perdana berulang tahun pada tanggal 22 April, pikiran saya sempat agak sedikit njilimet. Sebabnya adalah hanya gara-gara lupa password blog. Haha... 

Padahal hampir setiap hari saya nyaris menengok blog pribadi ini. Tapi, memang selalu jarang banget saya log out sehingga nyaris pula jarang banget ngeklik buat login. Hehe...

Hmmm...saat lupa password itu, nyaris disitu saya langsung sedih. Tsaah....gimana nggak, itu artinya saya tidak akan dapat lagi menulis catatan sebagai seorang blogger. Bagi saya blog itu berarti banget. Apalagi kalau waktu saya kosong, maka bloglah yang kemudian membuat hati, pikiran, dan tangan saya menjadi ceria untuk bergerak. Aseek... 

Blog bagi saya adalah media untuk mengekspresikan sesuatu tentang apa yang saya rasakan, dengar, dan lihat. Blog juga tentunya yang akan menjadi saksi dalam setiap perjalanan hidup yang bisa saya catat disini, sehingga ketika saya sudah tiada di dunia ini, maka anak dan cucu saya nanti setidaknya dengan membaca catatan di blog ini mengetahui segala cerita yang telah tertulis. 

Oh yah setelah mengotak-atik akun blog, akhirnya password yang tadinya lupa sudah saya temukan kembali. 
 
^_^

Minggu, 19 April 2015

Hobi Baru : #Part2

Pada edisi 18 Januari 2015, aku sudah bercerita hobi baru #part1 tentang memasak. Dan, hobi baru di part 2 ini, aku akan bercerita lagi perihal hobi baru tentang berkebun. Ihiyy....

Sesungguhnya naluri suka berkebun itu sudah muncul sejak jaman di bangku SD. Waktu itu, kebetulan aku jadi ketua kelas. Ceritanya halaman di depan kelas itu kan gersang banget nggak ada penghijauanlah ceritanya. Jadilah aku berinisiatif buat menggerakkan teman-teman sekelas buat bersama melakukan penghijauan. 

Sejak itu, saat hari libur mulailah kami mencari tanaman di siang bolong. Sederhana saja, pot yang kami gunakan semuanya menggunakan kaleng bekas. Hihi... 

Dan, saat aku dan suami telah memiliki tempat tinggal sendiri yang artinya nggak satu atap lagi dengan orangtua, maka disitulah aku mulai belajar menata sendiri urusan rumah tangga. Termasuk yang namanya mengurus tanaman. 

Awal mula bertanam itu, aku ngelibatin mamaku dan uwwa Eka (re: tante). Sembari mereka nginap di rumah kami pada Sabtu 14 Maret 2015 lalu, maka sekalian disempatin buat bantuin aku nanam bunga. Hehe... Selanjutnya minggu demi minggu aku mengerjakannya sendiri. Sesekali dibantu juga sama suamiku sayang seperti nyangkulin tanah, nemeni mencari bibit tanaman, dan lain-lain.

Sampai dengan saat menulis ini, tanaman yang sudah berhasil aku tanam ada sekitar kurang lebih 50. Sekarang semuanya sedang berproses untuk berkembang. Beberapa sudah ada yang memunculkan bunga, dan tanaman yang aku tanam cuma batangnya saja sudah mulai pula memunculkan daun. Semoga kedepan bisa semakin banyak sehingga bisa menjadi taman bunga yaah walaupun hanya sederhana sih. Hehe... :)





Kamis, 09 April 2015

Miskin Kota

Seiring dengan perkembangannnya, daya tarik yang dimiliki daerah perkotaan tidak akan pernah ada habisnya. Betapa tidak, “kue-kue industrialisasi” dimana kota sebagai pusat kegiatan ekonomi, perdagangan dan jasa, seolah-olah ingin terus berkata bahwa “kami” akan memberikan kesejahteraan bagi siapapun yang datang ke kota. Suatu hal yang perlu dipahami bahwa bagaimanapun cara kita dalam mendefinisikan sebuah area sebagai ’kota‘, satu hal yang pasti adalah: kota adalah tempat terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan merupakan wajah dunia di masa depan.[1] Karena itu pula, hal inilah yang membuat mengapa kemudian setiap tahunnya tingkat migrasi desa-kota yang tidak mampu diakomodasi dengan baik justru akan melahirkan kaum miskin baru di daerah perkotaan. 

Jika kita menelusuri beberapa akibat kemiskinan yang terjadi di perkotaan adalah banyaknya persaingan yang terjadi yang menyebabkan tidak semua orang dapat menikmati keberhasilan dan terjerumus ke dalam lembah kemiskinan dimana penghasilan mereka yang tidak sebanding dengan pengeluaran di wilayah perkotaan. Walaupun masyarakat miskin di kota masih ada yang memiliki penghasilan yang cukup, namun seringkali sumbernya tidak stabil dan mencukupi. Terutama dengan besarnya pengeluaran di kota, seperti transportasi dan perumahan. 

Tidak hanya itu, minimnya aksesibilitas ke perumahan formal mau tidak mau telah memaksa mereka untuk tinggal di pemukiman kumuh dan informal. Seringkali pemukiman tersebut tidak layak huni, serta jauh dari berbagai kesempatan kerja yang ada. Karena tidak memiliki sertifikat dan izin mendirikan bangunan, sulit mengakses pinjaman kredit atau pelayanan dasar lainnya. Selain itu, kesehatan lingkungan juga merupakan isu penting, terutama dampaknya terhadap anak-anak. Lemahnya jaringan pengaman sosial ini tentunya dalam banyak hal dapat memperburuk kondisi kemiskinan yang ada, terutama di masa krisis.[2]   

Selain itu, masyarakat miskin kota yang terkadang sering diasingkan oleh penduduk lainnya ini masih belum berdaya. Hal ini dikarenakan masih kurangnya simpatik masyarakat luas terhadap kaum miskin kota. Kelompok miskin kota merupakan akibat dari ketidakmerataan pembangunan dalam suatu kota. Biasanya, bentuk riil dari kelompok miskin kota adalah kelompok yang tinggal di daerah kumuh disekitar kawasan kota yang rata-rata berkembang pesat dan mewah.

 Miskin kota menurut Suhartini, dkk dalam bukunya Model-Model Pemberdayaan Masyarakat disebabkan oleh tidak berimbangnya pembangunan kota dengan peningkatan kesejahteraan bagi kelompok miskin (marginal) dan justru diperparah dengan arah kebijaksanaan pemerintah yang cenderung kurang mendukung golongan miskin, sehingga memutus akses bagi kelompok miskin terhadap sumber daya yang melimpah di kota. 

Setiap orang berhak untuk hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya. (UUD 1945, pasal 28A). Tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan (UUD 1945, pasal 27 ayat (2). Kedua pasal tersebut bisa ditemui dalam konstitusi.  Konstitusi telah memberikan jaminan kepada warganegaranya untuk hidup serta berhak mempertahankan kehidupannya dan berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Situasi dan kehidupan Kelompok Miskin Kota merupakan contoh nyata dari kegagalan negara untuk menjamin hak-hak warganya.

Miskin kota juga merupakan istilah yang merujuk kepada orang-orang ataupun kelompok-kelompok miskin yang berada di daerah perkotaan.[1]  Dan juga dapat kita lihat arti dari kemiskinan itu sendiri menurut beberapa referensi yaitu Leviten (1980) kemiskinan merupakan kekurangan  barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai suatu standar hidup yang layak. Biasanya pandangan umum untuk membayangkan mereka sebagai masyarakat miskin kota adalah orang-orang yang tinggal di pemukiman padat, kumuh, liar dan banyak melakukan kegiatan-kegiatan ekonomi (biasanya di sektor-sektor informal) yang tidak mendapatkan pengakuan dari Negara.
 
Ada empat dimensi pokok yang menyertai kemiskinan di kota yaitu : [2]
-          Derasnya arus urbanisasi ke kota yang menyebabkan rendahnya akses pada sumber daya yang diperebutkan.
-          Dampak yang ditimbulkan pada rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat kota.
-          Rendahnya kesadaran kritis dari masyarakat.
-          Rendahnya partisipasi politik rakyat dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara.

Kelompok miskin kota sampai saat ini belum diketemukan definisi secara pastinya. Kriteria yang menunjukkan masyarakat tergolong miskin kota atau tidak, pun juga tidak ada. Sehingga, miskin kota dalam tulisan ini dimaknai sebagai kelompok masyarakat yang tidak mampu memenuhi standar minimal yang disampaikan BPS (Badan Pusat Statistik). Kriteria miskin yang ditetapkan oleh BPS antara lain;
Menurut BPS, ada 14 kriteria untuk menentukan keluarga/rumah tangga miskin, yaitu :

  1. Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
  2. Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
  3. Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
  4. Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
  5. Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
  6. Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
  7. Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
  8. Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
  9. Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
  10. Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari.
  11. Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
  12. Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- (Enam Ratus Ribu) per bulan.
  13. Pendidikan tertinggi kepala keluarga : tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
  14. Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- (Lima Rus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Dan bila ruman tangga miskin tersebut berdomisili di Kota, maka dapat definisikan sebagai miskin kota.
Bagi kelompok miskin kota, kemampuan untuk mengatur dan mengerahkan kepada pemecahan persoalan kemiskinan adalah suatu kemampuan kolektif penting dan membantu kelompok miskin kota mengatasi persoalan sumber daya yang terbatas dan peminggiran (marginalization) dalam masyarakat. Sehingga konsep pemberdayaan yang bertujuan pada pertumbuhan yang berkesinambungan lebih cocok diterapkan untuk mengatasi kelompok miskin kota dibandingkan konsep pembangunan yang hanya mencetak kelompok miskin yang tergantung pada belas kasihan negara.


[1]Kaum Miskin Kota“  http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/12/kaum-miskin-kota/ diunduh pada tanggal  11 Maret 2011 pukul 09.01

[1] United Nations Economic and Social Commission for Asia and the Pacific (UNESCAP) dan United Nations Human Settlements Programme, 2008, Perumahan Bagi Kaum Miskin di Kota-Kota Asia, Thailand: Rajdamnern Nok Avenue, hal. 7
[2] Ibid, hal. 10