Jumat, 27 Maret 2015

Wacana Pasar Bebas ASEAN 2015


Dalam mewujudkan pertumbuhan ekonomi di negara-negara kawasan ASEAN (termasuk anggota didalamnya Indonesia), telah muncul wacana global untuk mendirikan Masyarakat Ekonomi ASEAN (MEA) atau pasar bebas ASEAN pada akhir 2015 mendatang sebagai bentuk integrasi ekonomi.
Melalui penelusuran yang dilakukan, tujuan dari upaya pemberlakuan MEA 2015 adalah meningkatkan daya saing ASEAN sebagai basis produksi dalam pasar dunia melalui penghapusan bea dan halangan non-bea dalam ASEAN dan menarik investasi asing langsung ke ASEAN.
Dengan tujuan MEA tersebut, tentu ASEAN akan menjadi pasar tunggal dan berbasis produksi tunggal dimana terjadi arus barang, jasa, investasi, dan tenaga terampil yang bebas, serta arus modal yang lebih bebas diantara sesama negara ASEAN. Dengan terbentuknya pasar tunggal yang bebas, maka akan terbuka peluang Indonesia untuk meningkatkan pangsa pasarnya di kawasan ASEAN.
Jika kita cermati, wacana global terkait MEA 2015 ini sesungguhnya memang bisa menjadi peluang positif bagi kita jika mampu memiliki daya saing. Dan sebaliknya, justru bisa saja merugikan manakala kita tidak mampu menyikapinya secara bijak mengingat dalam wacana ini segala persaingan menjadi hal dasar, dan bisa saja menjadi boomerang utamanya bagi pasar domestik.
Sebab, sejatinya pasar bebas tentu saja akan lebih menguntungkan bagi para produsen yang target pasarnya internasional. Lalu bagaimana untuk produsen dalam negeri, apakah sudah siap menghadapi persaingan dengan produk yang ditawarkan asing. Sudah siapkah sumber daya manusia (SDM) kita bersaing dengan SDM asing yang bisa jadi mungkin lebih berkompeten? 
Seperti yang dilansir dari sebuah media online (nasional.kontan.co.id) yang ditulis oleh Nur Imam Mohammad, dijelaskan bahwa masyarakat ekonomi ASEAN yang mulai berlaku akhir tahun ini mengharuskan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-PR) bersiap. Kini, Kementerian PU-PR tengah berfokus meningkatkan sertifikasi tenaga ahli yang terampil.
Senada, Kepala Badan Pembinaan Konstruksi Kementerian PU-PR Hediyanto Husaini mengatakan, sebenarnya Indonesia sudah siap menghadapi MEA hanya saja, "masih ada masalah di SDM yang tersertifikasi. Soal kemampuan membangun sudah ada, kualifikasi sudah ada, tapi standar ASEAN belum dimiliki,” ungkapnya. 
Hediyanto menambahkan, ada standar khusus yang harus dimiliki oleh tenaga konstruksi untuk menghadapi MEA. Pasalnya, saat ini Indonesia sudah menandatangani ASEAN Mutual Recognation Arrangement (MRA) yang memfasilitasi pertukaran pengetahuan dan standar kompetensi serta kualifikasi untuk engineer dan arsitek. Dengan kerjasama ini, semua tenaga ahli akan disertifikasi bersama dengan standar yang sama antara negara-negara ASEAN.
Saat ini, di Indonesia baru ada 290 engineer yang tersertifikasi ASEAN Chartered Professional Engineer (ACPE) dan 53 orang tenaga arsitek bersertifikat ASEAN Architect (AA). “Kita harus mempercepat proses kualifikasi sesuai dengan standar yang diwajibkan dalam persyaratan regional ASEAN," kata Hediyanto, Kamis (22/1). 
Dari uraian di atas, tentu inilah yang menjadi salah satu tantangan bagi kita dalam menyikapi MEA akhir 2015 nanti. Pada akhirnya adalah tugas besar bagi kita untuk mampu menemukan solusi terbaik untuk mampu menghadapi tantangan global dalam wawasan ASEAN 2015 yang sarat akan pasar bebas, sehingga kita mampu mendapatkan manfaat sebanyak-banyaknya dan mengantisipasi dampak terburuk bagi masyarakat secara umum. (Irma Safni)

Sabtu, 21 Maret 2015

Pengalaman MTQ Dari Masa ke Masa

Sekira tahun 1999, tepatnya sejak masih di bangku SD ternyata aku sudah mulai aktif mengenal dunia Musabaqah Tilawatil Qur'an (MTQ). Sebelum masuk ke dalam per-MTQan, terlebih dahulu aku mengenal yang namanya peragaan busana muslimah dan Festival Anak Sholeh Indonesia (FASI). Waktu itu aku belajar ngaji di Taman Pendidikan Al-Quran Al-Hijrah Kota Bontang. Di tempat mengaji itulah, aku mulai didaulat untuk mewakili lomba. Mulai lomba peragaan busana muslimah (1998) yang saat itu dilaksanakan di Town Centre PT Badak dan di Panggung Lapangan Kampung Baru hingga ajang FASI dalam cabang cerdas cermat al-qur'an (CCA). CCA ini sifatnya tim, jadi waktu itu satu tim berjumlah 3 orang.

Dalam ajang FASI tersebut, kebetulan aku didaulat buat mengikuti 2 cabang lomba. Waktu itu CCA dan tartil qur'an. Saat CCA, alhamdulillah tim kami bisa masuk semi final. Tapi, saat jadwal final terpaksa aku nggak bisa ikutan dikarenakan bertepatan dengan jadwal harus tampil tartil. Jadilah saat itu, aku digantikan oleh temanku untuk mengisi kekosongan di tim CCA. Nama penggantiku waktu itu adalah Maya. Alhamdulilah, tartil aku mendapat juara. Tapi, di cabang CCA belum berhasil masuk ke tahap selanjutnya yaitu, final.

Memasuki tahun 2001, aku mulai lengket dengan dunia tilawah. Setiap ada event berbau MTQ baik itu untuk mewakili tingkat sekolah/kampus, kelurahan, kecamatan, kota, provinsi semua aku cicipi. Semua diawali dari usia sekira 10 tahun. Bak bermetamorfosis, aku memulainya dari golongan anak-anak, remaja, hingga sekarang. Dulu, sepengetahuanku MTQ itu identik hanya tilawah. Ternyata di dalam dunianya banyak cabang nggak hanya tilawah. Ada cabang yang disebut Fahmil Qur'an (sejenis cerdas cermat al-quran), Syarhil Qur'an, Khat Qur'an (Kaligrafi), Makalah Ilmiah Al-quran, dan lain sebagainya. Merasa penasaran dengan cabang lomba yang tersedia, aku mulai mencoba tantangan baru.

Mulailah tahun 2007 aku menjajaki cabang syarhil qur'an yaitu, lomba yang harus dilakukan secara tim (1 tim 3 orang terdiri dari penceramah, pembaca al-quran, dan saritilawah). Demi mewujudkan keinginan tersebut, aku mulai berpikir untuk melibatkan orang yang akan menjadi timku. Singkatnya, aku lalu memilih teman sebangkuku waktu SMA Afwina Luthfanny Fathnin (Anin) untuk sebagai saritilawah, dan adek kelasku di Vidatra Ainun Asqolany untuk menjadi pembaca al-quran. Alhamdulilah waktu itu kami juara 1 di tingkat kota dan provinsi. Namun, saat bertanding di tingkat provinsi (Bulungan) aku mempunyai tim baru lagi bersama Nuning dan Nurjannah karena sebelum berangkat ke Bulungan kami semua masih harus melewati tahap seleksi lagi dan yang lolos adalah aku, Nuning, dan Nurjannah. Tim kami dilatih oleh Bapak Badar dan tempat latihan difokuskan di Masjid Al-Falah Hop 1 PT. Badak LNG. 

Bagiku tempat ini sangat berkesan, karena sejak kelas 6 SD aku juga sering banget latihan tilawah di Masjid ini dilatih oleh Ust. Ali Hamdi imam masjid Al-Falah saat itu. Yang nggak habis pikir, dulu saat SD latihan tilawah untuk menuju ke Al-Falah aku melaluinya dengan berjalan kaki dari Tanjung Laut. Sebabnya adalah ketika itu bahkan sampai detik ini angkutan umum belum dijadikan akses jalan untuk umum. Kalau mengingat kenangan berjalan kaki itu, rasanya sesuatu sekali perjuangannya. Hehe... Walaupun dulunya sulit buat menempuh tempat latihan, alhamdulilah berkahnya dapat dirasakan sampai sekarang. Aku jadi bisa menyicipi pelajaran dalam berbagai cabang lomba bernuansa qur'ani. Mulai dari tartil, tilawah, debat ilmiah al-qur'an tingkat kampus di UGM Jogja, makalah ilmiah al-quran, syarhil qur'an, hingga sekarang konsennya di qiro'ah sab'ah mujawwat imam ibnu kasir riwayat qunbul dan al-bazzi.

Pada akhirnya, alhamdulilah...alhamdulilah berkat MTQ selalu bersyukur jadi bisa belajar mengenal ilmu akhirat, merasakan jalan-jalan di Kota orang (hehe...), nambah teman-teman baru, dan masih banyak lagi yang lainnya.

Wassalam...