Sabtu, 25 Mei 2013

Menyelami Makna dibalik Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi Kerja Profesi Instruktur PT Pupuk Kaltim

*Tulisan ini pernah dimuat di Portal SDM Pupuk Kaltim dan di Portal Lembaga Sertifikasi Profesi


Secara empiris muncul kesadaran global yang coba digalakkan oleh perusahaan-perusahaan di dunia termasuk Indonesia, untuk menghadapi tantangan dalam penyediaan tenaga kerja yang kompeten, profesional dan produktif. Salah satu metode yang dapat dilakukan adalah melalui pendidikan dan pelatihan kerja.  Tentu saja, dalam pelaksanaan pendidikan dan pelatihan tersebut diperlukan tersedianya sumber daya pelatihan yang meliputi sistem program, fasilitas, metode, dan instruktur. 

Dari keempat sumber daya yang telah disebutkan itu, penulis menilai bahwa dalam hal ini instruktur memiliki peran yang paling menentukan dalam keberhasilan suatu pelatihan. Betapa tidak, seorang instruktur harus mampu mengkonsep dan menyampaikan materi pelatihan yang dapat dipahami dengan mudah, hingga akhirnya transfer ilmu yang telah disampaikan mampu diaplikasikan oleh peserta pelatihan. Oleh karena itu, profesi sebagai instruktur merupakan tuntutan yang tidak dapat dihindarkan. Keberadaannya menjadi penting untuk menghasilkan tenaga kerja terampil dan berkualitas dalam memenuhi kebutuhan industri.

Namun, dalam realitanya selama ini mungkin telah banyak orang yang memiliki potensi sebagai instruktur, tetapi ketika ada pertanyaan apa bukti anda sebagai instruktur mungkin hanya modal pengalamanlah yang bisa diungkapkan. Sebab, belum adanya sebuah pengakuan yang tertuang lewat otentik (tulisan). Bukti otentik tersebut, sebut saja misalnya melalui adanya sebuah sertifikasi. Belum adanya sertifikasi kompetensi, bisa jadi telah membuat posisi seseorang yang biasanya dipercaya menjadi instruktur justru belum menjalankan fungsinya secara professional. Hal ini bisa terjadi karena belum adanya sebuah pengakuan, serta mekanisme untuk mencapainya belum terstruktur dengan rapi.

Melihat kondisi tersebut, PT Pupuk Kaltim yang merupakan perusahaan produsen pupuk urea dan amoniak terbesar di Indonesia lantas tidak menutup mata terhadap persoalan tersebut. Senin sampai dengan Kamis (20 s/d 23/05) bertempat di Gedung Diklat lantai 2 Pupuk Kaltim, perusahaan ini menggelar Pelatihan dan Sertifikasi Kompetensi Kerja Profesi Instruktur. Adapun jumlah peserta yang diundang untuk terlibat berjumlah 28 orang yang berasal dari lingkup Pupuk Kaltim sendiri. 

Tujuan utama dilaksanakannya pelatihan ini didasarkan bahwa “selama ini banyak instruktur yang berasal dari lingkup Pupuk Kaltim sendiri dan mereka berkompeten dalam berbagai bidang, tapi apakah ada bukti mereka berkompeten? jadi, seluruh instruktur yang dimiliki oleh Pupuk Kaltim harus diberi sertifikasi yang diakui oleh negara”, ungkap Eka Dewi Anggrainy selaku Ketua Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP) Pupuk Kaltim yang sekaligus merupakan ketua dalam pelatihan tersebut.

Sertifikasi bisa dianggap sebagai reward yang diberikan perusahaan kepada para instruktur yang telah diberdayakan kemampuannya sebagai instruktur, agar mereka dapat lebih dihargai dan diakui sehingga memiliki daya jual. Anggraini juga mengungkapkan adanya sertifikat yang nantinya telah dipegang oleh instruktur, diharapkan dapat memiliki posisi tawar yang dapat meyakinkan pihak luar bahwa “ini lembaga kami resmi dan bersertifikat, guru saja ketika mengajar bersertifikat, maka seorang instruktur pun sudah seharusnya juga memiliki sertifikasi, karena instruktur juga adalah seorang pendidik”, katanya.


Dalam pelaksanaannya, pelatihan yang digelar oleh Pupuk Kaltim selama empat hari ini bekerjasama dengan Lembaga Sertifikasi Profesi Instruktur Kursus Indonesia (LSPIKI) dari Jakarta. “LSPIKI merupakan lembaga yang telah mendapatkan lisensi (ijin) dari Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP). Kewenangan yang melekat pada BNSP adalah mensertifikasi seluruh profesi yang ada di Indonesia, sehingga badan ini bekerja untuk menjamin mutu kompetensi dan pengakuan tenaga kerja pada seluruh sektor bidang profesi di Indonesia melalui proses sertifikasi”, ungkap Andi Ali Said Asesor Kompetensi LSPIKI. 


Peran dari LSPIKI adalah mensertifikasi para instruktur yang biasanya memberi pelatihan, tapi mereka belum mendapatkan sertifikasi secara nasional bahwa mereka adalah seorang instruktur. Sertifikasi dilakukan melalui uji hard kompetensi. Pelatihan ini juga dilakukan sebagai dasar untuk melakukan penilaian (assesment) dalam mengumpulkan bukti-bukti terhadap peserta apakah mereka bisa memenuhi standart BNSP atau tidak. Metode pengumpulan bukti terdiri dari bukti langsung dan bukti tidak langsung (tambahan). Bukti langsung peserta akan diuji untuk mempraktekkan cara mengajar dan LSPIKI yang akan mengobservasi mereka bagaimana cara mengajar. Sedangkan metode tidak langsung peserta harus mampu membuat dokumen bukti, contohnya harus bisa membuat session plan. Andi Ali Said lebih menegaskan bahwa output dari pelatihan ini pada akhirnya tentu saja untuk   mendapatkan sertifikasi kompetensi dari BNSP, yang menandakan bahwa seseorang telah memenuhi standart BNSP.

Sementara itu, di lain pihak peserta pelatihan Ismail (49) yang sempat ditemui di sela-sela sebelum pelaksanaan acara mengurai cerita menarik dari pelatihan ini. Pasalnya, selama ini ia telah memiliki banyak pengalaman karena seringnya melatih karyawan baru yang masuk dalam unit kerja. Namun, sampai sekarang ini ia belum memiliki sertifikasi kompetensi berskala nasional. Karena itu, dengan mengikuti pelatihan ini, ia berharap sertifikasi kompetensi kerja profesi instruktur akan didapatkan, sehingga siapapun dan dari lembaga manapun dapat memberikan pengakuan bahwa ia benar-benar terbukti kompeten. (Safni)