Senin, 05 Agustus 2013

My Review Film "North Country"



 
Film yang cukup menyentuh ini dengan alur cerita maju-mundurnya, menggambarkan bagaimana kasus buruh perempuan yang terjadi di Minnesota bagian Utara. Adalah Josey Aimes yang menjadi aktris utama dalam film ini, begitu sabar dan gigih untuk menjadi orang tua tunggal bersama dua anaknya Sammy dan Karen, dengan kerelaan hati harus mengorbankan tenaganya untuk bekerja sebagai buruh di perusahaan tambang logam Minnesota Utara. Hal yang menarik untuk kita simak adalah bagaimana jumlah buruh perempuan yang begitu sedikit, jika dibandingkan dengan buruh laki-laki yang bekerja dalam perusahaan tersebut, sehingga tidak heran mengapa kemudian buruh perempuan yang ada tak henti-hentinya selalu mendapatkan perlakuan kasar dan kurang baik dari rekan buruh laki-laki.
Bisa dilihat mulai dari pelecehan seksual yang dilakukan oleh Bobby kepada Josey yang merupakan kekasihnya ketika masa SMA dulu, serta coretan tulisan dinding yang selalu ada di ruang ganti pakaian, tentunya telah menjadi santapan sehari-hari yang harus mereka dapatkan. Bahkan yang lebih mengiris hati lagi yakni tidak adanya fasilitas tunjangan kesehatan yang diberikan kepada mereka. Peristiwa ini nampak dari apa yang dialami oleh Glory, yang merupakan sahabat Josey ini telah terserang penyakit yang berujung pada kelumpuhan. Bukannya mendapat fasilitas dari perusahaan, justru ia harus diberhentikan dan tidak mendapatkan pembelaan dari serikat pekerja.
Berangkat dari rasa kekecewaan dan ketidakadilan sebagaimana yang telah diungkapkan di atas tadi, hal inilah yang membuat mengapa kemudian Josey harus memutar otaknya untuk mencari jalan penyelesaian dari peristiwa yang dialami bersama rekannya. Dengan bantuan pengacara Bill White, maka kasus ini pun dibawa ke meja hijau meskipun ia tidak mendapatkan dukungan dari serikat pekerja. Jangankan dukungan serikat pekerja, dukungan dari buruh perempuan yang lain pun enggan memberikan suaranya hanya karena telah diprovokasi oleh Bobby yakni dengan mengatakan jika nantinya tuntutan hukum tersebut menang, maka perusahaan tempat dimana mereka mencari nafkah akan tutup dan secara otomatis pula, semua buruh terancam kehilangan pekerjaan. Akan tetapi, jika kita berkaca pada ungkapan sebagian banyak orang bahwasanya “kemenangan akan cenderung selalu mengikuti orang-orang yang benar”, maka hal ini pula yang sekiranya digambarkan dalam detik-detik penghabisan film tersebut, yakni sebuah akhir kemenangan yang berada di tangan Josey bersama rekan buruh perempuan yang lain.
Dari film tersebut, sudah sangat jelas dan gamblang betapa dalam ruang kerja perburuhan sekalipun, ternyata sensitivisme isu gender tidak jarang dihadirkan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari. Pada kata gender ini dapat dipahami bahwasanya perempuan akan selalu diidentikkan dengan karakteristiknya sebagai figur yang lemah lembut, emosional, dan keibuan. Sedangkan laki-laki berkarakter kuat, rasional, jantan dan perkasa. Demikian pula hal serupa yang tergambar dalam substansi cerita tersebut yakni  adanya ungkapan Pearson bahwa gugatan buruh perempuan tersebut, tidak perlu mendapat tanggapan karena pekerjaan buruh tambang merupakan pekerjaan laki-laki yang tidak semestinya dilakukan oleh perempuan.
Akan tetapi, hal lain yang sekiranya menarik untuk menjadi perenungan dalam rahim pemikiran kita, bahwa film ini pun sesungguhnya telah berhasil mengkomunikasikan bagaimana perjuangan Josey sebagai orang tua tunggal yang begitu gigih harus menjadi tulang punggung kedua anaknya dengan menjadi buruh tambang. Hal ini tentunya menjadi penting, sebab untuk mencapai apa yang kita harapkan bukanlah suatu hal yang mudah, didalamnya pasti dibutuhkan sebuah perjuangan besar. Oleh karena itu, sekiranya tidak berlebihan jika kemudian saya mengatakan bahwa film North Country ini pantas untuk mendapatkan acungan jempol.

Tidak ada komentar: