Film yang cukup menyentuh ini dengan alur cerita maju-mundurnya, menggambarkan bagaimana kasus buruh perempuan
yang terjadi di Minnesota bagian Utara. Adalah Josey Aimes yang menjadi aktris
utama dalam film ini, begitu
sabar dan gigih untuk menjadi orang tua tunggal bersama dua anaknya Sammy dan
Karen, dengan kerelaan
hati harus mengorbankan tenaganya untuk bekerja sebagai buruh di perusahaan
tambang logam Minnesota Utara. Hal yang menarik untuk kita simak adalah
bagaimana jumlah buruh perempuan yang begitu sedikit, jika dibandingkan dengan buruh laki-laki yang
bekerja dalam perusahaan tersebut, sehingga tidak heran mengapa kemudian buruh
perempuan yang ada tak henti-hentinya selalu mendapatkan perlakuan kasar dan
kurang baik dari rekan buruh laki-laki.
Bisa dilihat mulai dari pelecehan seksual yang dilakukan oleh Bobby kepada
Josey yang merupakan kekasihnya ketika masa SMA dulu, serta coretan tulisan dinding
yang selalu ada di ruang ganti pakaian, tentunya telah menjadi santapan
sehari-hari yang harus mereka dapatkan. Bahkan yang lebih mengiris hati lagi yakni
tidak adanya fasilitas tunjangan kesehatan yang diberikan kepada mereka. Peristiwa
ini nampak dari apa yang dialami oleh Glory, yang merupakan sahabat Josey ini telah terserang
penyakit yang berujung pada kelumpuhan. Bukannya mendapat fasilitas dari
perusahaan, justru ia harus diberhentikan dan tidak mendapatkan pembelaan dari
serikat pekerja.
Berangkat dari rasa kekecewaan dan ketidakadilan sebagaimana yang telah
diungkapkan di atas tadi, hal inilah yang membuat mengapa kemudian Josey harus memutar otaknya untuk mencari jalan
penyelesaian dari peristiwa yang dialami bersama rekannya. Dengan bantuan
pengacara Bill White, maka kasus ini pun dibawa ke meja hijau meskipun ia tidak mendapatkan dukungan dari serikat
pekerja. Jangankan dukungan serikat pekerja, dukungan dari buruh perempuan yang
lain pun enggan memberikan suaranya hanya karena telah diprovokasi oleh Bobby
yakni dengan mengatakan jika nantinya tuntutan hukum tersebut menang, maka perusahaan tempat dimana mereka mencari
nafkah akan tutup dan secara otomatis pula, semua buruh terancam kehilangan
pekerjaan. Akan tetapi, jika kita berkaca pada ungkapan sebagian banyak orang
bahwasanya “kemenangan akan cenderung selalu mengikuti orang-orang yang benar”,
maka hal ini pula yang sekiranya digambarkan dalam detik-detik penghabisan film
tersebut, yakni sebuah akhir
kemenangan yang berada di tangan Josey bersama rekan buruh perempuan yang lain.
Dari film tersebut, sudah sangat jelas dan gamblang betapa dalam ruang
kerja perburuhan sekalipun, ternyata sensitivisme isu gender tidak jarang dihadirkan dalam aktivitas kehidupan
sehari-hari. Pada kata gender ini dapat dipahami bahwasanya perempuan akan
selalu diidentikkan dengan karakteristiknya sebagai figur yang lemah lembut,
emosional, dan keibuan. Sedangkan laki-laki berkarakter kuat, rasional, jantan
dan perkasa. Demikian pula hal serupa yang tergambar dalam substansi cerita
tersebut yakni adanya ungkapan Pearson
bahwa gugatan buruh perempuan tersebut, tidak perlu mendapat tanggapan karena pekerjaan buruh tambang merupakan pekerjaan laki-laki yang tidak
semestinya dilakukan oleh perempuan.
Akan tetapi, hal lain yang sekiranya menarik untuk menjadi perenungan dalam
rahim pemikiran kita, bahwa
film ini pun sesungguhnya telah berhasil mengkomunikasikan bagaimana perjuangan
Josey sebagai orang tua tunggal yang begitu gigih harus menjadi tulang punggung
kedua anaknya dengan menjadi buruh tambang. Hal ini tentunya menjadi penting,
sebab untuk mencapai apa yang kita harapkan bukanlah suatu hal yang mudah,
didalamnya pasti dibutuhkan sebuah perjuangan besar. Oleh karena itu, sekiranya
tidak berlebihan jika kemudian saya mengatakan bahwa film North Country ini pantas
untuk mendapatkan acungan jempol.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar