Selasa, 06 Agustus 2013

My Review Film "Battle in Seattle" : Lima Hari yang Mengguncang Dunia



    
    Dalam film Battle in Seattle yang disutradarai oleh Stuart Townsend, sebenarnya ingin menggambarkan kepada kita bagaimana bentuk pengorganisasian massa yang demikian kuat dan hebatnya untuk meruntuhkan kekuatan kapitalisme yang dimanifestasikan melalui Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Sebenarnya sederhana saja apa yang diinginkan oleh para demonstran ini, yakni untuk menentang segala bentuk kebijakan WTO dan menghentikan bekerjanya mesin korporasi.
Pada awalnya, aksi ini sebenarnya merupakan niatan protes damai tanpa kekerasan. Akan tetapi, perlakuan dari aparat kepolisian yang secara kasar memperlakukan para demonstran dengan menembakkan gas air mata dan memukul para demonstran, ternyata dengan sendirinya memicu pula pada kemarahan para demonstran. Sehingga dari sini telah cukup jelas memperlihatkan kepada kita, betapa sebuah pengorganisasian aksi protes yang ada kemudian berujung pada anarkisme. Bisa dilihat kekerasan yang berwujud pada pengrusakan, perkelahian antara demonstran dengan aparat kepolisian, hingga pada penjarahan seakan-akan telah menjadi pemandangan yang tidak asing lagi. Hal inilah yang membuat mengapa kemudian media pun dengan gencarnya memberikan sorotan yang cukup tajam terhadap aksi tersebut. Bahkan tidak tanggung-tanggung seorang wartawan yang ketika itu sedang meliput pemberitaan, justru memilih berpihak dengan para demonstran demi memperjuangkan keadilan.
 
 
Jika kita cermati secara cepat, film ini memiliki beberapa fokus aksi pergulatan yakni, pertama, konflik internal yang dialami oleh tiga orang aktivis penggerak demonstrasi yang masing-masing memiliki latar belakang yang berbeda. Kedua, munculnya kegelisahan salah seorang aparat kepolisian yang mau tidak mau harus menjalankan perintah atasan. Ketiga, peran seorang dokter yang menolak keras terhadap komersialisasi pelayanan kesehatan dan paten obat-obatan yang dianggap dilakukan melalui jalur legal dalam forum WTO tersebut. Keempat, seorang wartawan yang pada awalnya melakukan peliputan berita kemudian justru ikut serta mendukung aksi para demonstran. Kelima, dalam forum WTO tersebut digambarkan pula peran seorang doktor NGO yang mengungkapkan bagaimana kondisi negara-negara dunia ketiga kepada industri farmasi, sehingga harga produk bisa diturunkan mengingat kondisi diluar area pertemuan WTO sedang dilakukan aksi protes secara massal.
Berangkat dari penggambaran sebagaimana yang telah diungkapkan di atas tadi, jika kita mau bersikap kritis dalam memaknai film tersebut saya melihat bagaimana pengorganisasian gerakan secara anarkis sebenarnya memiliki makna keunikan tersendiri. Dalam banyak hal, anarkisme terkadang sering dimaknai sebagai suatu tindakan brutal dalam membuat kerusuhan dan kekerasan yang akhirnya akan berakibat pada kerusakan-kerusakan yang merugikan. Akan tetapi, dalam pengelolaan gerakan anarkis sebagaimana yang digambarkan dalam film Battle in Seattle ini, justru tindak anarkis disini memiliki makna yang cukup berarti daripada sekedar tindak kekerasan. Saya melihat pengelolaan gerakan anarkis yang dilakukan demonstran merupakan suatu hal positif, yang mana telah memunculkan satu ikatan kekuatan yang mampu memberikan kekompakan bagi mereka dalam meruntuhkan kekuatan Negara yang dianggap berselingkuh dengan korporasi global.
 
Dapat kita saksikan dalam pengelolaan protes yang dilakukan misalnya mekanisme untuk memblokade jalan menuju tempat dimana sidang WTO akan dilaksanakan, tidak ditemui sedikitpun aksi pemberontakan di jalan. Akan tetapi, mereka lebih menunjukkan perangkat-perangkat tulisan spanduk dan kostum yang dibuat sekreatif mungkin yang pada dasarnya memang sengaja dibuat untuk mengundang sindiran. Bahkan dapat dilihat pula ketika ada salah satu anggota demonstran yang melakukan pengrusakan terhadap icon kapitalisme yakni dengan sengaja melempari kaca toko, justru salah satu pimpinan demonstran melarang sangat keras dan akhirnya berujung pada konflik perdebatan internal. Sehingga dengan perkataan lain, hal ini telah menunjukkan kepada kita betapa pengelolaan gerakan anarkisme yang disajikan dalam film tersebut lebih bermakna sebagai suatu upaya untuk memperjuangkan kebenaran dengan melalui jalan damai dan menolak segala bentuk kekerasan yang ada.
Pointnya kemudian adalah gerakan ini harus dipahami tidak semata-mata pada bentuk aksi protes yang tidak berdasar apa-apa ataupun tidak memiliki peran yang cukup penting, melainkan ia pun harus dipahami pula sebagai suatu tindak perlawanan yang diharapkan akan berujung pada kehidupan dunia yang lebih adil dan baik. Sebab bagaimanapun hal ini harus disadari bahwa konferensi yang dimanifestasikan oleh WTO ini, pada hakekatnya merupakan bentuk penjajahan gaya baru yang tentunya banyak kalangan masyarakat yang nantinya akan merasa tidak diuntungkan dari kebijakan yang dilakukan oleh WTO tersebut. Jika berkaca pada pandangan P. Raja Siregar dalam tulisannya yang berjudul Lawan Globalisasi Penjajahan Baru, maka dalam beberapa point penjelasannya dapat dipahami bahwasanya penjajahan gaya baru ala WTO ini tujuan sebenarnya kemudian dapat diidentifikasi, yakni mengumpulkan keuntungan sebesar-besarnya bagi negara maju dan perusahaan raksasa dunia. 
 
Oleh karena itu, demi mencapainya mereka menekan pemerintah dan rakyat agar menjual habis sumber kehidupannya (agraria dan sumber daya alam), sedangkan air, tanah, pangan, dan kesehatan yang merupakan hak asasi manusia serta segala peraturan yang melindungi keberlanjutan kehidupan dianggap hambatan yang harus disingkirkan. Sehingga tak heran di berbagai negara perampasan akses rakyat lokal terhadap sumber-sumber kehidupan terus terjadi. Hal ini pun sekiranya telah tergambar pula dalam perdebatan yang ada bagaimana WTO kemudian dianggap telah menghilangkan akses masyarakat miskin di negara berkembang untuk mendapatkan obat-obatan murah dan berkualitas yang dikarenakan mahalnya hak paten obat untuk dibeli oleh negara-negara berkembang. Karenanya, gerakan aksi protes anarkis yang terorganisir sedemikian rapi dalam berbagai bentuk dan tuntutan oleh ribuan demonstran yang tumpah ruah di sepanjang jalan sebagaimana apa yang telah digambarkan dalam film Battle in Seattle, tidak lain merupakan sebagai wujud tindak penolakan dan tuntutan para demonstran terhadap ketidakadilan yang diciptakan dari kebijakan WTO.

           

Tidak ada komentar: