Selasa, 03 September 2013

Perusakan Hutan di Kalimantan Timur


 


Dewasa ini tidak dapat dipungkiri bahwa alam memiliki sumber kehidupan yang dapat dimanfaatkan oleh manusia, sehingga memberikan kesejahteraan hidup baginya. Melihat sumber kehidupan yang dimiliki oleh alam, inilah yang membuat tindakan manusia akan terarah pada tujuan ekonomis. Pada kondisi ini, jika kita mau bersikap kritis hendaknya tindakan ini dilihat sebagai suatu ancaman bagi alam. Betapa tidak, dengan mengatasnamakan demi tujuan ekonomis tanpa mempertimbangkan keberlangsungan hubungan timbal balik antara manusia dengan lingkungan hidup didalamnya, pengakuisisian sumber daya publik untuk kepentingan individu terus saja menjadi ancaman yang terus ‘menghantui’. Hal ini dapat terjadi sebab setiap aktor (individu) tidak lagi berpikir bagaimana kesejahteraan adalah milik bersama, tetapi telah bergeser menjadi sebuah pemikiran rational choice yang cukup mendominasi dalam perspektif masyarakat Indonesia saat ini.

Berangkat dari hal tersebut, setting inilah yang coba digunakan untuk  menjelaskan bagaimana fenomena tragedy of the commons dalam lingkungan sekitar. Dalam membedah fenomena tersebut, penulis mencoba melihat bagaimana realitas yang terjadi di balik maraknya perusakan hutan di Kalimantan Timur. Sebelumnya perlu diketahui bahwa hingga Maret 2010 silam, Kementrian Kehutanan  telah mencatat sedikitnya ada 150 kasus perusakan hutan di Kalimantan Timur. Sebut saja sebagian kecil diantaranya perusahaan pertambangan yang ditemukan oleh Menteri Lingkungan Hidup tengah beroperasi di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Bukit Soeharto.  
Jika kita cermati, fenomena ini telah menjadi sebuah ancaman jangka panjang yang cukup berbahaya. Betapa tidak, hutan yang merupakan species dari alam semesta ini dengan menyumbang nilai ekonomis, sekaligus nilai estetika pada alam semesta secara keseluruhan. Akan tetapi, kemudian justru dilukai dengan perusakan hutan oleh tindakan manusia melalui penebangan hutan secara liar, dalam banyak hal telah banyak memberikan fakta yang dirasakan sebagai akibat dari penebangan hutan. Seperti di dalamnya banjir, tanah longsor, tanah menjadi gundul, keruhnya air sungai, makhluk hidup dan species lain habitatnya menjadi terganggu, terjadi ketidakseimbangan ekosistem dan lain-lain. 
before
after

Banjir, air sungai keruh dapat berakibat fatal bagi kehidupan manusia dengan munculnya wabah penyakit seperti diare dan muntaber. Tidak hanya itu, tetapi juga tanah longsor dapat merugikan dan merenggut hidup manusia dan masih banyak lagi fakta lainnya. Hal ini merupakan salah satu dari sekian tindakan sebagai timbulnya permasalahan yang sangat kompleks untuk meraup keuntungan pribadi. Dalam fenomena ini, setidaknya ada beberapa paradigma kritis yang dapat dijelaskan dalam menjawab realitas permasalahan tersebut.

Pertama, dalam kasus perusakan hutan di Kalimantan Timur, aktor yang bermain didalamnya adalah perusahaan pertambangan yang terbukti sedang melakukan kesalahan menambang batu bara di kawasan konservasi serta terbukti pernah melakukan praktik penambangan liar (illegal mining) di kawasan Tahura Bukit Soeharto Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Wewenang untuk di kawasan tersebut sebenarnya  ada pada Gubernur, akan tetapi dari sini agaknya kemudian menjadi menarik untuk kita cermati bahwa lemahnya kontrol dari pemerintah terhadap pelaksanaan regulasi kehutanan yang tidak diimplementasikan secara tegas dan jelas, telah berujung pada banyaknya aktor atau sekelompok individu yang berani melanggar regulasi yang telah di tetapkan pemerintah. Paradigma kritis pun kemudian membawa kita pada suatu pemikiran bahwasanya regulasi pemerintah yang lemah tersebut, dalam kenyataannya tidak  mampu lagi membendung derasnya arus keinginan penguasaan aset publik oleh individu yakni dalam hal ini ada pada pihak pengusaha
bagaimana nasib mereka jika hutan terus ditebang?


Kedua, Tindakan perusakan hutan yang memiliki nilai ekonomis dan estetika sebagai sumber kekayaan alam milik publik tersebut, namun dalam realitasnya justru digunakan untuk kepentingan pribadi para pengusaha tanpa mempertimbangkan keberlangsungan hubungan antara manusia dengan lingkungan hidup didalamnya, tentunya akan menimbulkan banyak masalah yang cukup serius. Tidak hanya banjir, tanah longsor, tanah menjadi gundul, keruhnya air sungai, makhluk hidup dan species lain habitatnya menjadi terganggu. Akan tetapi, lebih dari itu masalah serius juga akan merugikan dan merenggut hidup manusia melalui munculnya wabah penyakit diare, muntaber, dan lain sebagainya.

Dari problematika yang telah diungkapkan di atas tadi, untuk meminimalisir bahkan tidak menutup kemungkinan untuk memberantas praktik perusakan hutan khususnya di Kalimantan Timur sendiri, maka diperlukan sebuah tindakan tegas dari pemerintah setempat dalam menetapkan sebuah regulasi dan tidak gegabah dalam mengambil setiap tindakan. Tidak hanya itu sinergitas dengan pihak pemerintah, institusi kepolisian, dan masyarakat hendaknya  selalu dalam tatanan koordinasi yang baik untuk bekerja sama menghadapi hadirnya kompleksitas kepentingan. Sebab sebagaimana dalam kasus ini, banyaknya perusahaan yang bertindak ‘nakal’ dengan menyerobot kawasan hutan konservasi untuk kepentingan pribadi dalam realitanya banyak memberikan implikasi ancaman yang cukup serius.




Tidak ada komentar: