Aku membayangkan
kehidupan manusia di dunia ini bak panggung sandiwara. Dunia ini tak lain
adalah panggung teater dan manusia yang berjenis kelamin pria adalah aktornya
dan para wanita adalah aktrisnya. Hal ini dapat aku katakan, bukan berarti
karena dulu dan sampai sekarang aku memiliki ketertarikan terhadap teater. Lalu
apa dong? Sebab, manusia sejak terlahir di dunia telah berakting sesuai dengan
usia mereka, hingga pada usia tua mereka ketika episode yang terakhir
dimainkan.
Diantara semua para pemain tersebut, tampaknya orang gede (re: dewasa) memiliki peran yang cukup ribet. Kalau kata anak kecil di iklan TV sih “Jadi orang gede itu menyenangkan, tapi susah dijalanin”. Nah, pernyataan dalam iklan itu aku setuju banget. Coba deh kita lihat kehidupan anak kecil sekira umur antara 1 – 9 tahun, atau kita ingat kembali lagi deh bagaimana dulu ketika kita masih berperan sebagai anak kecil. Segala hal yang dilakukan dalam tawa canda, bermain, bagaimana harus makan dan minum, dan sebagainya terjadi tanpa ada beban sekalipun.
Bagaimana tidak,
wong segala kebutuhannya kan sudah diurusin sama orang gede (orang tua, saudara,
atau pembantu mereka). Tetapi, kalau kita temukan ada anak kecil yang dapat
mengurusi sendiri kebutuhannya, bahkan justru dapat mengurusi orang tuanya itu
mah beda lagi konteksnya dan sangat jarang ditemui. Artinya, walaupun ada
paling dapat dihitung dengan jari. Kondisi yang dihadapi anak semacam ini, pernah
aku lihat saat ditayangin dalam berita di channel
TV swasta. Faktor ekonomi dan cacatnya orang tua dari anak itulah, yang
membuat ia dapat menjadi mandiri seperti itu.
Nah, kembali ketika kita berbicara persoalan orang gede, pasti ribet banget karena sangking banyaknya persoalan. Orang gede itu harus berpikir dan berupaya extra bagaimana harus mencari sesuap nasi dan seteguk air pelepas dahaga, menyelesaikan studi untuk mencapai kelulusan dan syukur-syukur bisa sampai sarjana hingga profesor, mencari dan memilih pasangan hidup, bekerja untuk menghidupi keluarga, menyelesaikan masalah dalam setiap pekerjaan, dan masih banyak lagi kegiatan lainnya. Setelah melalui proses itu, orang gede itu bisa kembali loh menjadi kanak-kanak kedua. Misal, mungkin tak jarang kita lihat ada orang gede yang tingkahnya kembali sama seperti anak kecil.
Nah, kembali ketika kita berbicara persoalan orang gede, pasti ribet banget karena sangking banyaknya persoalan. Orang gede itu harus berpikir dan berupaya extra bagaimana harus mencari sesuap nasi dan seteguk air pelepas dahaga, menyelesaikan studi untuk mencapai kelulusan dan syukur-syukur bisa sampai sarjana hingga profesor, mencari dan memilih pasangan hidup, bekerja untuk menghidupi keluarga, menyelesaikan masalah dalam setiap pekerjaan, dan masih banyak lagi kegiatan lainnya. Setelah melalui proses itu, orang gede itu bisa kembali loh menjadi kanak-kanak kedua. Misal, mungkin tak jarang kita lihat ada orang gede yang tingkahnya kembali sama seperti anak kecil.
Sekiranya pemikiranku
ini dipertegas pula oleh karakter Jaques
dalam karya William Shakespeare berjudul As You Like
It. Shakespeare menerangkan tentang tujuh tingkatan usia
manusia, yang kadang-kadang disebut sebagai tujuh usia manusia: bayi, anak sekolah, pecinta, prajurit,
keadilan, pantaloon, dan masa kanak-kanak kedua, "tanpa gigi, tanpa
mata, tanpa rasa, tanpa semuanya". Kutipannya sebagai berikut:
"All the
world's a stage,
And all the men
and women merely players;
They have their
exits and their entrances
And one man in
his time plays many parts,
His acts being
seven ages. At first the infant,
Mewling and
puking in the nurse's arms;
Then the whining
school-boy, with his satchel
And shining
morning face, creeping like snail
Unwillingly to
school. And then the lover,
Sighing like
furnace, with a woeful ballad
Made to his
mistress' eyebrow. Then a soldier,
Full of strange
oaths, and bearded like the pard,….dst (Sans teeth, sans eyes, sans taste,
sans everything." — Jaques (Act II, Scene VII, lines 139-166)
Pada akhirnya, ending dari sandiwara kehidupan manusia
adalah ketika Sang Sutradara (re: Tuhan) sebagai pengatur adegan dalam berbagai
skenarionya, memanggil para pemainnya untuk kembali kepadaNya (re: meninggal). Oleh
karena itu, melalui tulisan ini sebagai hamba yang ber-Tuhan, yuk mari kita
sama-sama memerankan diri sebagai aktor dan aktris yang protagonis (peran baik)
saja, agar masuk surga tempat indah yang aku percaya telah dijanjikan Tuhan
bagi siapa saja yang baik. Tetapi, kalau nggak mau masuk surga, yaah tentu saja
perannya adalah antagonis (jahat). Sekarang tinggal kita sajalah yang memilih
ingin surga atau neraka. Yaaak dipilih-dipilih, mumpung kita ini orang
Indonesia masih menganut sistem demokrasi loohh.
~ Sekian… Peace, Love, and Gaul *tsaaaaaahhhhh…..
Tidak ada komentar:
Posting Komentar