Hay guyss...malam
jumat itu biasanya identik yah sama hal yang mistis. Nah, karena itulah di
malam jumat yang sunyi ini aku sendiri tiada yang menemani (*ceilah macam lirik lagu aja hehe….) penulis ingin bercerita
kepada pembaca sekalian tentang hal yang sedikit agak mistis.
Oh yah, bagi
yang sempat ngebuka blog ini pastinya sudah tahu dong yah apa yang diceritakan penulis
pada episode sebelumnya (episode 5)? Yaapsss….sebelumnya itu penulis menyajikan
cerita terkait sebuah bangunan pabrik raksasa di Bontang. Lalu, ada apakah di
balik episode 6? Cekidot….
Episode 6 :
Alur cerita pada
episode kali ini akan membawa pembaca untuk mengenal sebuah “negeri di atas laut” yang ada di Kotaku
Bontang. Cerita yang disajikan ini, nggak akan kalah seru dengan episode-episode
sebelumnya. Sebab, ada sedikit kaitannya dengan hal yang berbau mistis.
Jumat malam, 6
Desember 2013 sekira pukul 19.40 Wita aku bersama Kak Qadri sudah mulai on the way menuju ke sebuah tempat yang
aku istilahkan dengan “negeri di atas
laut”. Kami kesana karena ingin menyaksikan perayaan pesta laut yang memang
rutin dilaksanakan setiap akhir tahun. Sampai
disana, kami berdua langsung berjalan menuju panggung yang saat itu sedang
berlangsung tari-tarian adat yang belum aku ketahui maksudnya.
|
Panggung Pementasan Ritual |
Sangking penasaran
dan keponya dengan tradisi semacam
itu, aku pun mengajak Kak Qadri buat bareng ngepoin
alias nyari tahu, dan akhirnya kami berdua berbincang-bincang santai dengan 3
orang sesepuh/tetua untuk mengetahui makna di balik acara adat tersebut. Narasumber
yang kami temui namanya adalah Kai Pendang (bapaknya ipar aku hehe….), Pak
Syamsudin, dan Pak Ramli.
|
Pak Syamsudin |
|
Kai Pendang |
Nah guyss….jadi
“negeri di atas laut” yang aku maksud tersebut nama daerahnya adalah Bontang
Kuala. Daerah ini adalah kampung air yang unik berada
di pesisir laut Kota Bontang. Disana
mayoritas profesi
masyarakatnya sebagai nelayan.
Dengan mendirikan rumah diatas air
yang disambungkan dengan
jembatan kayu ulin, maka perahu
pun dapat berlayar memasuki
lorong-lorong perkampungan di atas
air.
|
Inilah Bontang Kuala |
|
Bontang Kuala di Malam Hari |
Sekilas
mungkin hampir menyerupai Kota Venesia. Tentunya dengan suasana yang berbeda karena Bontang Kuala
adalah sekumpulan rumah kayu, sedangkan
Kota Venesia terbuat dari tembok batu. Tidak hanya itu sebagai masyarakat yang hidup di daerah pesisir, maka
masyarakat disini umumnya
juga menggantungkan hidupnya
dengan melaut. Tidak heran jika ikan asin, terasi udang, rumput laut hingga
teripang, menjadi komoditas andalan untuk dijual ke berbagai penjuru Kalimantan
Timur.
|
Suasana senja di Bontang Kuala |
|
Perahu dapat menyusuri lorong-lorong perkampungan |
|
|
Berjajar cafe-cafe kecil di Bontang Kuala |
|
Bact to topic
pesta laut….menurut para narasumber yang aku ajak bincang-bincang, perayaan
pesta laut telah dijalankan puluhan tahun dan nggak akan terlepas yang namanya
ritual adat Bebalai. Jadi, ritual
adat yang saat itu aku saksikan bareng Kak Qadri namanya adalah Bebalai. Para
pemain Bebalai biasanya terdiri
maksimal sekira 20 orang (campuran perempuan dan laki-laki), dan menggunakan
pakaian serba kuning yang melambangkan kesetiaan dan kerukunan.
Guyss…u must know, ritual tersebut ternyata dipercaya
dapat mengundang dan menghadirkan para arwah leluhur (penunggu/penguasa laut) dimana
ritual sedang dilaksanakan di atas panggung. Uniknya lagi, ritual adat ini juga
dianggap dapat menyembuhkan penyakit yang nggak bisa disembuhkan oleh tenaga
medis (re: dokter).
|
Foto penulis disamping singgasana Bebalai |
Ritual adat ini cukup membuatku terpana. Betapa
tidak, tarian yang dimainkan oleh para penari dipadu dengan adegan pelafazan
mantra-mantra oleh pemimpin adat, sungguh membuat rahim pemikiranku menjadi bertanya-tanya. Ditambah lagi, kedua
tangannya yang dimainkan di atas api kemenyan membuat bulu kudukku merinding saat
mencium baunya.
Suasana rasanya semakin mistis, saat perpaduan tari diiringi
alunan musik yang terdiri dari 7 gong kecil, 1 gong yang paling besar, dan 2
gendang. Nah, alunan musik inilah yang sengaja dimainkan untuk menggoda arwah
leluhur yang ada di laut agar bisa datang berkumpul dan berpesta sejenak
bersama masyarakat. Antara penari dan pemain musik pun tampak kelihatan sangat
kompak. Bila suara musik semakin keras, maka hentakan kaki penari juga
bertambah kuat hingga mengguncang panggung yang terbuat dari kayu ulin.
|
Pemangku adat |
Pemandangan lain yang aku lihat disana adanya beragam
jenis dedaunan seperti bambu kuning, daun pisang, serai, dan lengkap dengan
aneka macam sesajen berhias janur kuning. Saat penulis bertanya terkait maksud
sesajen tersebut, Pak Syamsudin mengatakan, “nantinya sesajen ini akan dibuang
ke laut dengan maksud memberi makan para penunggu/penghuni laut, sekaligus
mengembalikan para arwah leluhur keasalnya (re: laut) setelah beberapa hari
ikut berpesta bersama warga setempat di atas panggung,” jelasnya. Kai Pendang
juga menambahkan, “jika ada seseorang yang kesurupan itu pertanda penghuni laut
ingin menyampaikan suatu pesan kepada pemain Bebalai tentang apa yang harus
dijalankan,” tambahnya.
|
Suasana di Atas Panggung |
Dari deskripsi cerita di atas tadi, pembaca sekalian
boleh percaya, dan boleh juga nggak. Sebab, penilaian benar nggaknya kan hanya Tuhan yang
mengetahui segalanya. Wallahua’lambissawaab.
*To be continued
yaaah pada cerita yang terus berbeda di
setiap episode. Daaaaah... :)
5 komentar:
Kak ,, ijin share ke Facebook ya?? ;)
Silahkan dishare dimana saja :)
mbak dekripsi tentang pesta lautnya kurang. hehe. kan ada banyak ritualnya :) mohon di share lebih lengkap lagi. hehehe :) soalnya saya lagi nyari tentang pesta laut ini buat tugas saya. terima kasih :)
Oke insya allah kalau ada wktu luang lg smg sy bisa tulis lebih detail yaah ��
Posting Komentar