Kamis, 12 Desember 2013

Bontang : Episode 6


Hay guyss...malam jumat itu biasanya identik yah sama hal yang mistis. Nah, karena itulah di malam jumat yang sunyi ini aku sendiri tiada yang menemani (*ceilah macam lirik lagu aja hehe….) penulis ingin bercerita kepada pembaca sekalian tentang hal yang sedikit agak mistis. 


Oh yah, bagi yang sempat ngebuka blog ini pastinya sudah tahu dong yah apa yang diceritakan penulis pada episode sebelumnya (episode 5)? Yaapsss….sebelumnya itu penulis menyajikan cerita terkait sebuah bangunan pabrik raksasa di Bontang. Lalu, ada apakah di balik episode 6? Cekidot….

Episode 6 :

Alur cerita pada episode kali ini akan membawa pembaca untuk mengenal sebuah “negeri di atas laut” yang ada di Kotaku Bontang. Cerita yang disajikan ini, nggak akan kalah seru dengan episode-episode sebelumnya. Sebab, ada sedikit kaitannya dengan hal yang berbau mistis. 


Jumat malam, 6 Desember 2013 sekira pukul 19.40 Wita aku bersama Kak Qadri sudah mulai on the way menuju ke sebuah tempat yang aku istilahkan dengan “negeri di atas laut”. Kami kesana karena ingin menyaksikan perayaan pesta laut yang memang rutin dilaksanakan setiap akhir tahun.  Sampai disana, kami berdua langsung berjalan menuju panggung yang saat itu sedang berlangsung tari-tarian adat yang belum aku ketahui maksudnya.

Panggung Pementasan Ritual


 Sangking penasaran dan keponya dengan tradisi semacam itu, aku pun mengajak Kak Qadri buat bareng ngepoin alias nyari tahu, dan akhirnya kami berdua berbincang-bincang santai dengan 3 orang sesepuh/tetua untuk mengetahui makna di balik acara adat tersebut. Narasumber yang kami temui namanya adalah Kai Pendang (bapaknya ipar aku hehe….), Pak Syamsudin, dan Pak Ramli. 
Pak Syamsudin
Kai Pendang

Nah guyss….jadi “negeri di atas laut” yang aku maksud tersebut nama daerahnya adalah Bontang Kuala. Daerah ini adalah kampung air yang unik berada di pesisir laut Kota Bontang. Disana mayoritas profesi masyarakatnya sebagai nelayan. Dengan mendirikan rumah diatas air yang disambungkan dengan jembatan kayu ulin, maka perahu pun dapat berlayar memasuki lorong-lorong perkampungan di atas air.
Inilah Bontang Kuala

Bontang Kuala di Malam Hari
 

Sekilas mungkin hampir menyerupai Kota Venesia. Tentunya dengan suasana yang berbeda karena Bontang Kuala adalah sekumpulan rumah kayu, sedangkan Kota Venesia terbuat dari tembok batu. Tidak hanya itu sebagai masyarakat yang hidup di daerah pesisir, maka masyarakat disini umumnya juga menggantungkan hidupnya dengan melaut. Tidak heran jika ikan asin, terasi udang, rumput laut hingga teripang, menjadi komoditas andalan untuk dijual ke berbagai penjuru Kalimantan Timur. 

Suasana senja di Bontang Kuala

Perahu dapat menyusuri lorong-lorong perkampungan
Berjajar cafe-cafe kecil di Bontang Kuala

Bact to topic pesta laut….menurut para narasumber yang aku ajak bincang-bincang, perayaan pesta laut telah dijalankan puluhan tahun dan nggak akan terlepas yang namanya ritual adat Bebalai. Jadi, ritual adat yang saat itu aku saksikan bareng Kak Qadri namanya adalah Bebalai. Para pemain Bebalai biasanya terdiri maksimal sekira 20 orang (campuran perempuan dan laki-laki), dan menggunakan pakaian serba kuning yang melambangkan kesetiaan dan kerukunan.



Guyss…u must know, ritual tersebut ternyata dipercaya dapat mengundang dan menghadirkan para arwah leluhur (penunggu/penguasa laut) dimana ritual sedang dilaksanakan di atas panggung. Uniknya lagi, ritual adat ini juga dianggap dapat menyembuhkan penyakit yang nggak bisa disembuhkan oleh tenaga medis (re: dokter).
Foto penulis disamping singgasana Bebalai

Ritual adat ini cukup membuatku terpana. Betapa tidak, tarian yang dimainkan oleh para penari dipadu dengan adegan pelafazan mantra-mantra oleh pemimpin adat, sungguh membuat rahim pemikiranku menjadi bertanya-tanya. Ditambah lagi, kedua tangannya yang dimainkan di atas api kemenyan membuat bulu kudukku merinding saat mencium baunya. 


Suasana rasanya semakin mistis, saat perpaduan tari diiringi alunan musik yang terdiri dari 7 gong kecil, 1 gong yang paling besar, dan 2 gendang. Nah, alunan musik inilah yang sengaja dimainkan untuk menggoda arwah leluhur yang ada di laut agar bisa datang berkumpul dan berpesta sejenak bersama masyarakat. Antara penari dan pemain musik pun tampak kelihatan sangat kompak. Bila suara musik semakin keras, maka hentakan kaki penari juga bertambah kuat hingga mengguncang panggung yang terbuat dari kayu ulin.    
Pemangku adat


Pemandangan lain yang aku lihat disana adanya beragam jenis dedaunan seperti bambu kuning, daun pisang, serai, dan lengkap dengan aneka macam sesajen berhias janur kuning. Saat penulis bertanya terkait maksud sesajen tersebut, Pak Syamsudin mengatakan, “nantinya sesajen ini akan dibuang ke laut dengan maksud memberi makan para penunggu/penghuni laut, sekaligus mengembalikan para arwah leluhur keasalnya (re: laut) setelah beberapa hari ikut berpesta bersama warga setempat di atas panggung,” jelasnya. Kai Pendang juga menambahkan, “jika ada seseorang yang kesurupan itu pertanda penghuni laut ingin menyampaikan suatu pesan kepada pemain Bebalai tentang apa yang harus dijalankan,” tambahnya. 

Suasana di Atas Panggung

Dari deskripsi cerita di atas tadi, pembaca sekalian boleh percaya, dan boleh juga nggak. Sebab, penilaian benar nggaknya kan hanya Tuhan yang mengetahui segalanya. Wallahua’lambissawaab. 



 *To be continued yaaah pada cerita yang terus berbeda di setiap episode. Daaaaah... :)

5 komentar:

Unknown mengatakan...

Kak ,, ijin share ke Facebook ya?? ;)

Irma Safni mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.
Irma Safni mengatakan...

Silahkan dishare dimana saja :)

DungdolLemot mengatakan...

mbak dekripsi tentang pesta lautnya kurang. hehe. kan ada banyak ritualnya :) mohon di share lebih lengkap lagi. hehehe :) soalnya saya lagi nyari tentang pesta laut ini buat tugas saya. terima kasih :)

Irma Safni mengatakan...

Oke insya allah kalau ada wktu luang lg smg sy bisa tulis lebih detail yaah ��