30 November s.d 3 Desember 2015 ternyata saya kembali menginjakkan kaki di Jakarta. Kota metropolitan ini sering banget menjadi bahan pemberitaan media sehingga saya pun cukup dibuat deg-degkan dari segala kemungkinan yang akan saya alami.
Dan, ternyata benar saya selalu dibuat deg-degkan dari kondisi keramaian yang bisa membuka peluang terjadinya kecopetan, kemacetan, dibuat muter-muter sama supir taxi biar bayarnya mahal, dan dari kebisingan klakson oleh para pengemudi yang bak berlomba agar cepat sampai tujuan.
Terlepas dari itu, saya pun tertarik pada kisah hidup orang-orang yang merantau di Jakarta. Adalah Pak Rasiden seorang supir taxi yang sempat saya ajak ngobrol di sepanjang jalan menuju tempat tujuan ke MTH Square. Dia (re: Pak Rasiden) bisa dibilang termasuk perantau yang sukses di Jakarta. Sekarang menjadi supir Taxi bukanlah pekerjaan pokok. Sebab, dia telah memiliki 3 mobil sendiri dan rumah pribadi. Taxi yang dikemudikannya pun adalah miliknya sendiri walaupun masih dicicil. Jadi, bekerja sebagai supir hanyalah untuk mencari kesibukan semata.
Menariknya beliau jago bahasa inggris. Setelah saya telusuri lagi penyebabnya karena 15 tahun pernah hidup di Australia sebagai tenaga pencuci piring di sebuah restaurant dengan gaji yang cukup tinggi. Beliau balik ke Indonesia karena nggak kuat dengan cuaca dingin di Australia. Di sepanjang perjalanan itu, beliau juga banyak memberikan obrolan religius kepada saya dan 3 rekan saya ada Ayu, Laras, dan Bu Arni. Singkat cerita, kami pun tiba di MTH Square untuk belajar. Dan, besok kamis saya mesti kembali lagi ke Bontang.
With love,
Safni
Tidak ada komentar:
Posting Komentar