Seiring dengan
perkembangannnya, daya tarik yang dimiliki daerah perkotaan tidak akan pernah
ada habisnya. Betapa tidak, “kue-kue industrialisasi”
dimana kota sebagai pusat kegiatan ekonomi,
perdagangan dan jasa, seolah-olah ingin terus berkata bahwa “kami” akan
memberikan kesejahteraan bagi siapapun yang datang ke kota. Suatu hal yang
perlu dipahami bahwa bagaimanapun cara
kita dalam mendefinisikan
sebuah area sebagai ’kota‘,
satu hal yang pasti adalah:
kota adalah tempat terjadinya pertumbuhan ekonomi, dan
merupakan wajah dunia di masa depan.[1] Karena itu pula,
hal inilah yang membuat mengapa kemudian setiap tahunnya tingkat migrasi
desa-kota yang tidak mampu diakomodasi dengan baik justru akan melahirkan kaum
miskin baru di daerah perkotaan.
Jika kita menelusuri
beberapa akibat kemiskinan yang terjadi di perkotaan adalah banyaknya persaingan yang terjadi yang menyebabkan tidak semua orang
dapat menikmati keberhasilan dan terjerumus ke dalam lembah kemiskinan dimana
penghasilan mereka yang tidak sebanding dengan pengeluaran di wilayah
perkotaan. Walaupun masyarakat
miskin di kota masih ada yang memiliki penghasilan yang cukup, namun seringkali
sumbernya tidak stabil dan mencukupi. Terutama dengan besarnya pengeluaran di
kota, seperti transportasi dan perumahan.
Tidak hanya itu, minimnya aksesibilitas ke perumahan
formal mau tidak mau telah memaksa mereka untuk tinggal di pemukiman kumuh dan
informal. Seringkali pemukiman tersebut tidak layak huni, serta jauh dari
berbagai kesempatan kerja yang ada. Karena tidak memiliki sertifikat dan izin
mendirikan bangunan, sulit mengakses pinjaman kredit atau pelayanan dasar
lainnya. Selain itu, kesehatan lingkungan juga merupakan isu penting, terutama
dampaknya terhadap anak-anak. Lemahnya jaringan pengaman sosial ini tentunya
dalam banyak hal dapat memperburuk kondisi kemiskinan yang ada, terutama di
masa krisis.[2]
Selain itu, masyarakat miskin
kota yang terkadang sering diasingkan oleh penduduk lainnya ini masih belum
berdaya. Hal ini dikarenakan masih kurangnya simpatik masyarakat luas terhadap
kaum miskin kota. Kelompok miskin kota merupakan akibat dari ketidakmerataan
pembangunan dalam suatu kota. Biasanya, bentuk
riil dari kelompok miskin kota adalah kelompok yang tinggal di daerah kumuh
disekitar kawasan kota yang rata-rata berkembang pesat dan mewah.
Miskin kota
menurut Suhartini, dkk dalam bukunya Model-Model Pemberdayaan Masyarakat
disebabkan oleh tidak berimbangnya pembangunan kota dengan peningkatan
kesejahteraan bagi kelompok miskin (marginal)
dan justru diperparah dengan arah kebijaksanaan pemerintah yang cenderung
kurang mendukung golongan miskin, sehingga memutus akses bagi kelompok miskin
terhadap sumber daya yang melimpah di kota.
Setiap orang berhak untuk
hidup serta berhak mempertahankan hidup dan kehidupannya.
(UUD 1945, pasal 28A).
Tiap-tiap warga negara berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan
(UUD 1945, pasal 27 ayat (2). Kedua
pasal tersebut bisa ditemui dalam konstitusi. Konstitusi telah memberikan jaminan kepada
warganegaranya untuk hidup serta berhak mempertahankan kehidupannya dan berhak
atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Situasi
dan kehidupan Kelompok Miskin Kota merupakan contoh nyata dari kegagalan negara untuk menjamin hak-hak warganya.
Miskin
kota juga merupakan
istilah yang merujuk kepada orang-orang ataupun
kelompok-kelompok miskin yang berada di daerah perkotaan.[1] Dan juga dapat kita lihat
arti dari kemiskinan itu sendiri menurut beberapa referensi yaitu
Leviten (1980) kemiskinan merupakan kekurangan
barang-barang dan pelayanan-pelayanan yang dibutuhkan untuk mencapai
suatu standar hidup yang layak. Biasanya pandangan umum untuk membayangkan
mereka sebagai masyarakat miskin kota
adalah orang-orang
yang tinggal di pemukiman padat, kumuh, liar dan banyak melakukan
kegiatan-kegiatan ekonomi (biasanya di sektor-sektor informal) yang tidak
mendapatkan pengakuan dari Negara.
-
Derasnya arus urbanisasi ke
kota yang menyebabkan rendahnya akses pada sumber daya yang diperebutkan.
-
Dampak yang ditimbulkan pada
rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat kota.
-
Rendahnya kesadaran kritis
dari masyarakat.
-
Rendahnya partisipasi politik
rakyat dalam proses kehidupan berbangsa dan bernegara.
Kelompok miskin kota sampai saat ini belum
diketemukan definisi secara pastinya. Kriteria yang menunjukkan masyarakat
tergolong miskin kota atau tidak, pun juga tidak ada. Sehingga, miskin kota
dalam tulisan ini dimaknai sebagai kelompok masyarakat yang tidak mampu
memenuhi standar minimal yang disampaikan BPS (Badan Pusat Statistik). Kriteria
miskin yang ditetapkan oleh BPS antara lain;
Menurut BPS, ada 14 kriteria untuk menentukan
keluarga/rumah tangga miskin, yaitu :
- Luas bangunan tempat tinggal kurang dari 8 m2 per orang.
- Jenis lantai tempat tinggal terbuat dari tanah/bambu/kayu murahan.
- Jenis dinding tempat tinggal dari bambu/rumbia/kayu berkualitas rendah/tembok tanpa diplester.
- Tidak memiliki fasilitas buang air besar/bersama-sama dengan rumah tangga lain.
- Sumber penerangan rumah tangga tidak menggunakan listrik.
- Sumber air minum berasal dari sumur/mata air tidak terlindung/sungai/air hujan.
- Bahan bakar untuk memasak sehari-hari adalah kayu bakar/arang/minyak tanah.
- Hanya mengkonsumsi daging/susu/ayam satu kali dalam seminggu
- Hanya membeli satu stel pakaian baru dalam setahun
- Hanya sanggup makan hanya satu/dua kali dalam sehari.
- Tidak sanggup membayar biaya pengobatan di puskesmas/poliklinik.
- Sumber penghasilan kepala keluarga adalah petani dengan luas lahan 500 m2, buruh tani, nelayan, buruh bangunan, buruh perkebunan, dan atau pekerjaan lainnya dengan pendapatan di bawah Rp. 600.000,- (Enam Ratus Ribu) per bulan.
- Pendidikan tertinggi kepala keluarga : tidak bersekolah/tidak tamat SD/hanya SD.
- Tidak memiliki tabungan/barang yang mudah dijual dengan nilai minimal Rp. 500.000,- (Lima Rus Ribu Rupiah), seperti sepeda motor kredit/non-kredit, emas, ternak, kapal motor, atau barang modal lainnya.
Jika minimal 9 variabel
terpenuhi, maka dikategorikan sebagai rumah tangga miskin. Dan bila ruman tangga miskin tersebut berdomisili di
Kota, maka dapat definisikan sebagai miskin kota.
Bagi kelompok miskin kota,
kemampuan untuk mengatur dan mengerahkan kepada pemecahan persoalan kemiskinan
adalah suatu kemampuan kolektif penting dan membantu kelompok miskin kota
mengatasi persoalan sumber daya yang terbatas dan peminggiran (marginalization)
dalam masyarakat. Sehingga konsep pemberdayaan yang bertujuan pada pertumbuhan
yang berkesinambungan lebih cocok diterapkan untuk mengatasi kelompok miskin
kota dibandingkan konsep pembangunan yang hanya mencetak kelompok miskin yang tergantung
pada belas kasihan negara.
[1] “Kaum
Miskin Kota“ http://sosbud.kompasiana.com/2010/10/12/kaum-miskin-kota/
diunduh pada tanggal 11 Maret 2011 pukul
09.01
[2] http://content.yudu.com/Library/A1oj80/MiskinKotaFenomenaya/resources/30.htm
di unduh pada tanggal 16 Maret 2011 pukul 18.39
[1] United Nations Economic and Social Commission for Asia
and the Pacific (UNESCAP) dan United Nations Human Settlements Programme, 2008,
Perumahan Bagi Kaum Miskin di Kota-Kota
Asia, Thailand: Rajdamnern Nok Avenue, hal. 7
[2] Ibid, hal. 10
Tidak ada komentar:
Posting Komentar