Setiap
tanggal 1 Mei, kita pasti selalu mendapat sajian menarik di Televisi terkait
demonstrasi besar-besaran para buruh. Sebagai
karyawan, apa yang terbersit di pikiran kita saat mendengar
istilah hari buruh atau may day? Hari bebas kerja? Demonstrasi? Atau adakah hal
yang lain?
Setiap orang tentu punya pandangan tersendiri.
Dimana kita tinggal, may day bisa saja
memiliki makna yang berbeda. Namun, sebenarnya semuanya tetap dapat saling
berkaitan. Secara esensi, may day
mempunyai makna yang begitu mendalam. Ia memberikan pelajaran dan semangat
perjuangan yang begitu berharga bagi seluruh rakyat dunia.
Sebelum mengintip makna hari buruh di mata
Serikat Pekerja KKPKT, maka secara singkat ada baiknya mari kita telusuri
terlebih dahulu jejak historisnya. Secara historis, may day adalah
tonggak kemenangan bagi kaum buruh dalam perjuangan menuntut pengurangan jam
kerja dari 12-16 jam per hari menjadi 8 jam perhari. Perjuangan tersebut telah
melalui proses yang cukup panjang (Tahun 1886-1890-an) dan begitu hebat dengan
pengorbanan yang tidak akan pernah ternilai. Tujuannya tak lain adalah untuk
membebaskan diri dari belenggu penindasan dan penghisapan imperialisme
(kapitalisme monopoli) yang berlipat-lipat.
Sistem
kapitalisme yang dimaksud, dimana berlaku sebuah hubungan produksi yang
dianggap timpang antara buruh dengan pemilik modal. Bagi pemilik modal, buruh
dianggap sama seperti bahan baku atau bahan mentah, upah bagi kaum buruh tidak
ditetapkan berdasarkan pembagian keuntungan dari hasil produksi. Padahal, tanpa
keberadaan buruh mesin-mesin termasuk bahan baku yang ada di pabrik tidak akan
berubah menjadi barang baru dan tidak pernah akan ada keuntungan disana. Sistem
yang demikian ini, secara tidak langsung mensyaratkan pencurian nilai lebih
terhadap kaum buruh (Front Perjuangan Rakyat, 2013).
Inilah
makna yang sesungguhnya dari perjuangan kaum buruh lebih dari seratus tahun
yang silam. Hal ini didasarkan pada kesadaran bahwa bekerja dengan waktu yang
panjang dengan upah yang tidak ditetapkan, hanya akan memberikan keuntungan
berlipat bagi para pemilik modal. Jam
kerja yang panjang selain hanya akan memberikan super profit bagi
kapitalisme, juga akan menghancurkan pengetahuan dan kebudayaan kaum buruh.
Sebab, tentu kaum buruh tidak akan memiliki waktu lagi untuk belajar dan
meningkatkan pengetahuan di luar jam kerja, kaum buruh juga tidak mempunyai
waktu lagi untuk menumpahkan kasih sayang dalam mengurus kehidupan
keluarganya, serta tidak memiliki kesempatan untuk bersosialisasi dengan
masyarakat lainnya.
Di
Indonesia sendiri peringatan hari buruh sedunia (may day) baru mulai kembali dilaksanakan pasca runtuhnya Orde Baru.
Perjuangan rakyat di seluruh daerahlah yang pada akhirnya membuat may day kembali
marak diperingati. Kronologisnya, mulanya may day di Indonesia disahkan
melalui UU No. 1 Tahun 1951 tentang Pernyataan Berlakunya UU Kerja Tahun 1948,
yang mana dalam pasal 15 ayat 2 menyebutkan, “Pada tanggal 1 Mei, buruh
dibebaskan dari kewajiban bekerja”.
Namun,
karena alasan politik rezim Orde Baru kemudian melakukan larangan terhadap
peringatan Hari Buruh Internasional. Sejak saat itupula, peringatan may day tidak pernah diakui oleh
pemerintah Indonesia. Barulah pasca runtuhnya Orde Baru, melalui perjuangan
massa rakyat yang tersebar diseluruh daerah, may day kembali marak
diperingati.
Adapun may day di mata Serikat Pekerja (SP) khususnya dalam hal ini Korps Karyawan
Pupuk Kaltim (KKPKT) pun memiliki pandangan tersendiri dalam memaknainya. Ketua
Umum KKPKT, Soejono mengatakan, may day adalah suatu hal yang cukup menarik
dikaji. Di hari may day pemerintah
telah memberikan hari khusus untuk libur. Artinya, dengan adanya hari libur
itu, pemerintah memberikan respon positif terhadap buruh.
Selama ini kita tahu may day identik dengan adanya upaya
penuntutan/demonstrasi. Namun, satu hal yang perlu kita inspeksi bersama bahwa
sebagai karyawan kita tidak harus selalu menuntut apa yang semestinya
perusahaan berikan kepada kita. Tetapi, kita juga perlu melakukan inspeksi
sekiranya kontribusi positif apa yang harus diberikan kepada perusahaan
sehingga tercipta suatu kondisi yang seimbang. “Perusahaan memang berkewajiban memenuhi
hak kita sebagai kayawan, tapi kita juga harus memberi kontribusi positif
kepada perusahaan,” jelas Soejono.
Dengan pandangan demikian, tentu
proses bisnis dalam perusahaan akan dapat berjalan dengan baik. Bagi KKPKT, may day di bulan Mei ini juga akan
menjadi momentum penting dalam SP KKPKT. Dimana KKPKT akan memasuki kegiatan
perundingan. Pada kegiatan tersebut, nantinya kita akan bisa melihat bagaimana keseimbangan
antara hak dan kewajiban antara perusahaan dan karyawan.
Tentunya kita akan dapat melihat
seperti apa kemampuan perusaaan dalam memberikan hak-hak yang kita tuntut. Namun,
di satu sisi kita pun perlu bijak dalam menyampaikan hak yang diinginkan SP.
Artinya, kita tentu tidak dapat serta merta menuntut sesuatu yang berada diluar
kemampuan perusahaan.
Di sisi lain, kita pun harus
mengoreksi diri kita apakah sudah memberikan sesuatu yang maksimal untuk
perusahaan sehingga proses bisnis perusahaan bisa selalu berjalan lancar. Dalam
hal ini, akan terkait dengan keuntungan yang didapat perusahaan. Jika karyawan
mampu mencapai target keuntungan yang ditetapkan perusahaan dapat diraih dengan
baik, tentu kemudian kita berharap hak yang kita inginkan akan dapat
direalisasi khususnya dalam hal kesejahteraan karyawan. “Kita selama ini telah
banyak melakukan komunikasi dengan karyawan apa sih yang diharapkan dari perusahaan.
Beberapa hal yang paling banyak diinginkan seperti perbaikan kesejahteraan.
Maka dari itu, kita akan selalu berusaha upayakan,” tutup Soejono. (Irma Safni)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar