Kamis, 13 Februari 2014

Bontang : Episode 7

Setelah episode sebelumnya penulis meramu "negeri di atas laut", lalu ada apa dengan Bontang di episode 7 ini? ceilaa...udah macam sinetron aja yah. Hehe..... Yaaaah...inilah Safni berusaha membawa pembaca sekalian untuk mengetahui alur cerita berbeda disetiap tahapan. Langsung saja guyss mari kita simak ceritanya. Cekidot.....

Episode 7 : 

Setidaknya Bontang patut berbangga karena kota kecil ini pun mampu melahirkan kisah nyata penuh inspiratif yang disajikan dalam bentuk film. Nah, pada kesempatan yang berbahagia ini namun mata sedang mengantuk, penulis mencoba untuk melakukan review terhadap film tersebut. Review kali ini pastinya rasanya beda banget. Berasa lebih gregetan aja gitu karena beberapa scene dominan dilakukan di Bontang. Belum lagi 2 pemain utamanya (Kak Hudri dan Kak Yahya) kebetulan adalah teman sekaligus tetangga penulis. Oh yah plus kebetulan penulis sempat mengikuti langsung satu scene bertempat di Taman Prestasi Bontang Lestari. Gak ikut nongol di layar lebar sih, tapi setidaknya kan bisa melihat secara live gitu proses pembuatan filmnya. Haha.....  

Penulis bersama Kak Olga Lidya & teman-teman PKT 69 (2013)
Hmmmm...film yang disutradarai Hani R. Saputra ini pada prinsipnya ingin mengemas kepada publik tentang pentingnya sebuah motivasi untuk mencapai impian. Adalah Elaine, Tara, dan Lahang (Kak Hudri) dipertemukan dalam sebuah grup Marching Band. Sebuah kelompok besar yang memiliki misi yang sama besarnya untuk sebuah kemenangan untuk selamanya. Adapun Rene (Titi Rajo Bintang) dengan karakternya yang begitu bersemangat, disiplin, dan penuh target untuk membawa Marching Band Bontang ke tingkat nasional menjadi kekuatan tersendiri, sehingga film ini menjadi lebih hidup. Sebagai pelatih, Rene memiliki tanggung jawab dan tantangan besar dalam memimpin 120 anak Bontang dengan karakter dan latar belakang yang beraneka ragam.
 
Di sela padatnya jadwal latihan, ketiga remaja (Elaine, Tara, dan Lahang) dihadapkan pada ujian yang cukup berat. Tantangan yang dihadapi mereka memang berbeda, tapi mereka dipersatukan dalam satu mimpi yang sama yaitu sebuah kemenangan. Elaine, remaja yang tumbuh dan besar di Jakarta harus dihadapkan pada persoalan dengan papahnya yang sempat menentangnya untuk mengikuti marching band karena dianggap dapat mengganggu aktivitas di Sekolah. 

Sementara Tara memiliki gangguan pendengaran akibat sebuah kecelakaan yang menimpanya di waktu kecil hingga merenggut nyawa sang ayah. Setelah kejadian itu, Tara harus diasuh oleh oma dan opanya karena Ibu Tara harus melanjutkan kuliah ke luar negeri. Demi menuruti kata sang ibu, Tara pun terus berjuang untuk melanjutkan hidupnya. Di lain pihak Lahang, seorang lelaki keturunan Dayak harus hidup dalam dilema. Ia memiliki keinginan kuat untuk terus berkarya, namun  ayahnya mengalami sakit parah yang tidak diketahui penyakitnya. Akibatnya Lahang harus memilih antara mencapai impiannya atau merawat sang Ayah yang sakit parah. Namun, dalam pembacaan penulis Lahang sesungguhnya tetap berusaha agar dapat menyeimbangkan diantara keduanya.
 
Problema kehidupan berbeda yang dihadapi ketiga remaja tersebut telah menghantar mereka untuk berusaha meraih mimpi secara profesional. Berkat kegigihan dan perjuangan, akhirnya grup Marching Band dari kota kecil Bontang ini berhasil memenangkan kompetisi tingkat nasional. Yaaah...sebuah persembahan 12 menit untuk kemenangan selamanya.






Secara visual, pengemasan film ini diracik dengan aura anggun. Keanggunan itu digambarkan melalui hal sederhana dari mimpi sebagian besar anak-anak yang tinggal di daerah kecil, namun diwarnai dengan dinamika semangat, tekat, dan perjuangan penuh kesungguhan. Kesalutan penulis semakin bertambah dengan hadirnya dukungan dari pemerintah daerah dan perusahaan daerah (PT Pupuk Kaltim) yang bisa menjadi mitra pendukung putera-puteri terbaik daerah untuk berprestasi.

Pesan yang dibawa setidaknya mengisyaratkan kepada kita bahwa sejatinya semua kesuksesan tidak dapat dibingkai secara instan. Sebab, prinsipnya kesuksesan itu harus ditaklukkan oleh diri kita sendiri melalui hadirnya segala bentuk ketakutan dan keraguan. Pada akhirnya, penulis memberikan nilai A pada film yang didalamnya diwarnai beranekaragam isu ini. Mulai isu tentang seni, budaya, pendidikan, kearifan lokal, kepeduliaan sosial, cita, dan cinta. 

 *To be continued pada cerita yang terus berbeda di setiap episode :)

Tidak ada komentar: