Sabtu, 05 Oktober 2013

Bontang : Episode 2

Pada episode 1, aku sudah mengajak pembaca sekalian untuk berjalan-jalan sejenak mengenal Bontang dari sudut asal usul nama, dan kehadiran dua perusahaan raksasa hingga akhirnya Bontang berdiri menjadi salah satu kota industri di Indonesia. Nah, selanjutnya mari kita simak rangkaian cerita pada episode 2. Cekidot....




Episode 2 :


Setiap kota di Indonesia pastinya memiliki lambang. Menurutku lambang itu memiliki peran yang cukup penting yaitu sebagai fungsi identitas untuk membedakan karakter daerah satu dengan yang lainnya. Ibaratnya, lambang adalah bagian tubuh yang mampu mengutarakan isi hati dari apa yang dipikirkan dan dikehendaki. Karena itulah, aku berpikir lambang dibuat sebagai perwujudan identitas dan karakter suatu daerah untuk mengutarakan isi hatinya kepada publik bahwa "inilah keberadaan kami, inilah yang kami mau, dan inilah yang kami cita-citakan".
Lambang dan Arti Kota Bontang

Dari lambang di atas, pembahasaan kualitatif yang coba aku rangkai bahwa sebagai kota kecil yang berada di tengah garis khatulistiwa dengan didukung keberadaan dua perusahaan besar (PT Pupuk Kaltim dan PT Badak LNG), kemakmuran, kesuburan, dan memiliki perisai Ketuhanan Yang Maha Esa, Bontang sesungguhnya ingin menjadi sebuah kota yang dibangun dengan asas demokrasi demi mewujudkan persatuan dan kesatuan, perdamaian, serta jiwa dan semangat pancasila. Dan semua itu akan dapat terwujud dengan bessai berinta, kita mendayung bersama.

Untuk mendayung bersama tersebut, diwujudkan dengan adanya upaya membangun hubungan harmonis atas hadirnya keberagaman suku bangsa yang mendiami Bontang. Saat aku hidup di Jogja selama 3 tahun 10 bulan, teman sepermainan aku di kampus lebih mengenal dan mengira Bontang sangat kental dengan suku Dayak. Namun, dengan pengetahuan seadanya, aku jelaskan bahwa selain dayak ada suku lain yang juga memegang peranan penting di Bontang yaitu, Kutai yang merupakan suku melayu asli yang awalnya mendiami wilayah pesisir Kalimantan Timur.

Kronologis singkat mengapa kemudian suku Kutai hadir dalam catatan sejarah bahwasanya seiring dengan perkembangannya, dulu berdiri dua kerajaan Kutai. Adalah kerajaan Kutai Martadipura yang berdiri lebih dulu dengan rajanya Mulawarman. Selanjutnya berdiri pula kerajaan Kutai Kartanegara yang kemudian menaklukan Kerajaan Kutai Martadipura, dan lalu berubah nama menjadi kerajaan Kutai Kartanegara Ing Martadipura. Akhirnya, kerajaan ini menguasai wilayah yang luas di daerah Kalimantan Timur (bila ditinjau sekarang meliputi Kabupaten Kutai Kartanegara, Kabupaten Kutai Timur, Kabupaten Kutai Barat, Kota Samarinda, Kota Balikpapan, sebagian kecil dari Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Pasir Utara, serta termasuk Kota Bontang). Setiap raja dan juga keturunannya bergelar Aji, dan gelar ini terus disandang oleh setiap keturunannya hingga sekarang. 

Kota Bontang

Seiring perkembangan zaman, terjadilah proses asimilasi dengan suku-suku pendatang. Dimana orang Kutai kemudian menikah dengan orang Jawa, Bugis dengan Dayak, Banjar dengan Mandar, dan lain sebagainya. Hal inilah yang kemudian membuat Bontang  akhirnya semakin berwarna dengan keanekaragaman suku bangsa yang mendiami di dalamnya seperti Kutai, Dayak, Banjar, Bugis, Jawa, Mandar, Mamuju, Madura, Batak, Minahasa, Flores. Dengan keberagaman tersebut, Bontang semakin memiliki kedamaian tersendiri dalam bagaimana cara mereka mendayung bersama untuk hidup berdampingan secara harmonis. Terbukti sampai sekarang ini aku menulis dalam usia 23 tahun, alhamdulilah belum pernah ditemukan dalam catatan hitam sejarah yang mengulas bahwa Bontang pernah mengalami perpecahan antar suku bangsa. Aku berharap, semoga situasi dan kondisi damai seperti ini tetap akan bertahan hingga aku memiliki anak dan cucu kelak. Amin.
Ragam Suku Bangsa

Kedamaian antar suku bangsa di Bontang dapat pula aku deskripsikan misalnya, dalam ruang lingkup kecil di lingkungan sekitarku. Terdapat dua hal yang akan coba aku beri contoh. Pertama, aku adalah orang Mandar yang bertetangga dengan orang Jawa, Dayak, Bugis, Mamuju, dan Flores. Agama yang kami yakini pun berbeda ada Islam dan Kristen. Meskipun kami berbeda, tapi kami sudah seperti keluarga. Misalnya, saat perayaan hari besar keagamaan atau acara ibadah yang lainnya kami biasanya saling membantu seperti dalam hal memasak bersama, saling meminjamkan barang saat menggelar hajatan karena di rumah kekurangan piring, sendok, dan peralatan lainnya. Hehe.... Saat tetangga kami ada yang sakit, mengalami kesulitan, dan hendak bergotong royong membersihkan lingkungan, selalu yang tampak adalah pemandangan indahnya kebersamaan untuk saling tolong menolong. Dan semua itu terbangun dalam bingkai kesederhanaan dan murahnya sebuah senyuman yang mereka miliki untuk saling berbagi.

Kedua, sebuah persahabatan. Sudah 11 tahun aku menjalin persahabatan dengan para sahabat di Vidatra (Mirna Awalianti, Afwina Luthfanny Fathnin, Anik Budiani, Dara Fahriana, Sari Kusmaranti Subagiyo, Nadia Rahma Kusuma Dewi, Fergi Beatrice Nababan, Rizky Tridianti, Wijdani Anindya Hadi, Reti Bayundari, Ambar, Dian Anggraini, Ade Merriem, Yuannisa Pratita, Desmaniar, Ferlin, Gumawang, Gisa Gumilang, Ikhsan, Winda Gusanti, Desti Putri Pratiwi, Liza Puspita Sari, Dimas Satrio Baringgo, Fahmi Abdullah, Abdurrahman Naim, Muhammad Zhaka Ghazali, Rony P. Nugraha, Ririn, Ridho Rohmana, Ali Redha, Sarah Dwi Rizki, Juliana Hernisah, Susi Susanti, Katia, Shinta, Devina, Indah Intan Parlina, Yully Rachmawati, Handayani Eka, Pramodha Wardhani, Sarah Ayuni Sari Edi, Ayesha Tunjung Sari, Alinda, dan masih banyak lagi. Maaf yah, Safni gak bisa absen semuanya satu-satu hehe...). Sebenarnya banyak persahabatan yang juga terjalin di Bontang. Namun, karena keterbatasan waktu kali ini aku cukup akan menceritakan dulu dari sisi pertemanan di Vidatra.
Vidatra Tampak dari Depan 
Halaman di dalam Vidatra


Halaman di Belakang Vidatra
Jika pembaca bertanya, jenis apakah Vidatra itu? Vidatra adalah salah satu nama sekolah swasta di Bontang. Disini siswa dan siswinya bisa dibilang tetap pemain itu-itu saja karena mayoritas orang tua dari mereka tetap ingin menyekolahkan anak-anaknya di Vidatra. Bahkan tidak tanggung-tanggung, ada yang dari TK hingga SMA di Vidatra. Kalau aku sendiri memulai di Vidatra semenjak SMP hingga SMA (6 tahun bersama dengan orang-orang yang sama). Di sekolah ini juga banyak keragaman suku bangsa dan agama. Meskipun berbeda, tapi sampai detik ini kami tetap dapat menjalin persahabatan. Saat telah lulus SMA, lalu kami harus berpisah dan menyebar di beberapa kota untuk melanjutkan studi masing-masing, sampai sekarang persahabatan kami tetap tak putus hubungan. Istilahnya, ada saat dulu dimana kami telah belajar, tertawa, dan bersedih bersama, lalu pergi mengejar cita-cita masing-masing, dan akhirnya mengusahakan dapat kembali bersama untuk berkumpul sejenak di kampung halaman Bontang itulah yang kami lakukan.

Para Sahabat di Vidatra yang sedang mengenakan pakaian adat :)


*Bontang masih memiliki banyak cerita. Karena itu, to be continued dan sampai jumpa pada episode 3 ^_^





2 komentar:

Anonim mengatakan...

ku tunggu episode mu selanjutnya ya safni

Irma Safni mengatakan...

oke insya allah :)