Sabtu, 22 Desember 2018

Salam Rindu

Hujan deras mengguyur penduduk bumi di tanah Mandar bak menggambarkan rintihan pilu di hatiku. Riuh dentuman musik nan syahdu dan kehebohan gerombolan bocah kecil yang berlari kesana kemari membuat pikiran dan hatiku melayang2 ke dunia dimana manusia telah berbaring di peristirahatan terakhirnya. 

Ingin ku berbisik pada awan, tapi hari ini ia terlalu sendu. Mungkin awan pun menyimpan kerinduan tersendiri akan cerah, lebih dari kerinduanku pada seorang anak manusia yang sedang berbaring di alam kuburnya.


Wahai angin yang berhembus bisakah kau menyampaikan salam rinduku ke alam kubur untuk beliau yang telah membersamaiku penuh cinta selama 28 tahun 7 bulan?  
Ah, bahkan angin pun sepertinya terlalu sibuk menyebarkan oksigen ke penduduk bumi. 

Tolong, adakah yang bisa membantu menyampaikan salam rindu ke abaku atau minimal membantu mengobati rinduku? Sudah beberapa hari ini aku memimpikannya. Aku berbicara dengannya seolah ia bangkit kembali dari kuburnya. 

Aba...benar kata Dilan rindu itu berat, karena memang itulah yang aku rasakan semenjak kepergianmu.

Aba...aku rindu cerita manismu. Cerita terakhirmu engkau begitu antusias membahas kegaduhan politik di negeri ini. Tentang kuasa para elit politik lokal, dan akhirnya berujung tentang Prabowo atau Jokowi. 

Aba...aku semakin rindu saat mengingat masa kecilku. Setiap disuruh mandi atau makan pasti mesti kabur dulu. Kalau diiming2in bakal dibeliin sesuatu baru laju banget ya ba. Teringat kala itu juga, setiap aba pulang kerja aku pasti bersorak riang karena sepeda merah yang selalu ia pake mengayuh untuk mengais rejeki bisa aku bawa keliling. Tahun 1990 an kita punya sepeda aja sudah wah banget ya ba. Apalagi ditambah punya tv 14 inch walaupun masih hitam putih. Hihi...

Teringat pula kalau aba pergi jaga ronda malam, aku kerap menunggunya di subuh hari hanya untuk sebuah nasi bungkus yang sering dibawakan khusus untukku bukan untuk mama apalagi kakaku. 

Sejak tahun 2017, jujur tak jarang aku sering bermimpi aba meninggal hingga saat terbangun aku menangis dan akhirnya menghembuskan nafas lega bahwa itu hanyalah mimpi. Tapi kini, ternyata ini bukan lagi mimpi. 

Andai kutahu mimpi itu adalah suatu isyarat bahwa tak lama lagi aba akan meninggalkanku,  mungkin aku ingin mendekapmu setiap hari. Menanyakan makanan atau barang apa lagi yang ingin aku belikan setiap hari atau apapun yang engkau mau setiap harinya.

01 Desember 2018 sepulang dari dinasku di Batam, aku membawakan oleh2 buat aba jaket kulit berwarna hitam. Sampai di Bontang aku langsung mengenakan jaket itu dibadannya.
Seperti biasa, sekecil apapun barang yang kuberikan kepadanya ia tampak selalu bahagia dan bangga.
Terkadang ia iseng menanyakan harganya berapa nak, ketika kusebutkan angkanya ia antara senang dan juga memendam pemikiran karena baginya harga segitu katanya mahal banget. Yaampun ba, ga usah dipikirin itu ga sebanding dengan jerih payahmu membesarkanku. 

Ya Rabb, tak kusangka ternyata barang itu menjadi salam perpisahan terakhir yang kuberikan untuknya. Tak kusangka seiring akan berakhirnya tahun 2018, hidupmu pun justru berakhir di Desember ini.

Aba adalah alasan utama yang membuatku harus berjuang keras melewati hal gila yang namanya kehidupan. Ketika aba pernah diledek tidak punya sekolah tinggi bahkan lulus SD pun tidak, ketika pendapatan aba tidak cukup mencukupi kehidupan kami bahkan mama pernah sampe nangis karena memikirkan bagaimana anak2nya akan hidup. Disitulah aku mulai tersadar aku harus bisa membantu beban orang tuaku dan mengharumkan namanya.

Alhamdulilah ya ba, akhirnya Tuhan yang Maha Baik  banyak memberikan keberuntungan kepada anakmu ini sehingga bebanmu pun semakin berkurang. Masih jelas teringat olehku engkau sampe menangis karena menyadari diri aba yang tidak lulus SD, tapi anakmu mampu meraih beasiswa dari Pupuk Kaltim hingga meraih gelar sarjana di salah satu universitas ternama di Indonesia Universitas Gadjah Mada (UGM) Jogja dan meraih penghargaan yang diserahkan langsung Rektor UGM yang sekarang menjadi Menteri Sekretaris Negara sebagai lulusan terbaik kala itu. Engkau pun semakin bangga saat aku juga ternyata bisa ngaji sampe sering dapet juara Musabaqah Tilawatil Quran, dan   berbagai pencapaian lainnya engkau pasti selalu bangga kepadaku.

Kini, semua lika liku kehidupan yang telah kita lalui bersama hanya akan menjadi kenangan yang menghiasi relung2 jiwaku. Kembali bersamamu di dunia mungkin bukanlah hal yang akan terjadi lagi. Tapi semoga kelak saat sangkakala ditiupkan, dan seluruh ummat manusia dibangkitkan lagi dari kuburnya hingga melalui proses hisab kita bisa
bertemu lagi di surga. Amiiin....

Tenang disana ya ba, Irma akan selalu jagain mama dan adik2.

Alfatiha untuk cintaku...

Campalagian, 22 Desember 2018


Tidak ada komentar: